Kastara.id, Jakarta – Pemerintah Daerah Kota Bogor menegaskan bahwa pelarangan iklan rokok di wilayahnya tidak berdampak pada penurunan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Bogor. Terbukti PAD Kota Bogor tidak pernah turun dari tahun ke tahun.

Pasalnya, pada tahun 2009 ketika pelarangan reklame rokok resmi diberlakukan, PAD kota Bogor berjumlah Rp 115 miliar, dan naik menjadi Rp 125 miliar pada 2010. Di tahun 2016, PAD Kota Bogor malah meningkat pesat menjadi Rp 784 milyar. Hal itu disampaikan oleh Heryaningsih Eko Setiawati, Kepala Bidang Penagihan dan Pengendalian Bapenda Kota Bogor, dalam acara Workshop Nasional KLA 2018, yang berlangsung di Jakarta, Senin (29/1).

Hadir dalam Workshop Nasional tersebut 15 Kepala Dinas PPPA yang berkumpul untuk membahas pentingnya pelarangan iklan rokok guna mewujudkan Kota/Kabupaten Layak Anak. Pernyataan Bapenda Kota Bogor ini menepis kekhawatiran sejumlah pihak bahwa pelarangan iklan rokok akan berdampak pada menurunnya PAD.

Sebelumnya pemberlakuan Perda Kawasan Tanpa Rokok (KTR) disebut-sebut bisa berdampak pada menurunnya PAD. Sehingga bila pelarangan iklan rokok diberlakukan secara total, kekhawatiran akan turunnya PAD semakin menguat.

Menurut Heryaningsih, memang saat pertama kali diberlakukan pelarangan iklan rokok di kota Bogor pada 2009, terjadi penurunan pajak reklame.

“Atas kebijakan pelarangan iklan rokok ini kami berpotensi kehilangan pendapatan Rp 4 miliar, sehingga kami menurunkan target pajak reklame untuk tahun 2010. Namun ternyata potensi dan realisasi pajak reklame secara keseluruhan masih baik, sehingga kami meningkatkan kembali target pajak reklame pada 2011,” ujarnya.

Naiknya realisasi pajak reklame ini kata dia karena pihaknya bisa mendongkrak kembali pendapatan melalui optimalisasi potensi naskah reklame lainnya, di antaranya dari operator selular, marketing perumahan dan lain-lain promosi.

Berkaca dari pengalaman kota Bogor ini, lanjut Heryaningsih, pemerintah daerah tidak perlu takut memberlakukan pelarangan iklan rokok. “Tidak perlu khawatir akan kehilangan pendapatan. Sepanjang pemerintah daerah sudah berkomitmen untuk melindungi warganya dari dampak rokok, maka seluruh stakeholder seharusnya melakukan berbagai upaya untuk merealisasikan komitmen itu. Seperti di kota Bogor ini, untuk mendukung Perda KTR seluruh stakeholder berkomitmen untuk mengoptimalisasi pendapatan daerah,” tegasnya.

Sementara itu kota Solo yang sudah meraih predikat Utama dan hanya tinggal selangkah lagi mendapat Predikat Kota Layak Anak juga berkomitmen untuk membersihkan iklan rokok.

Menurut Widdi Srihanto, Kepala DP3APM Kota Solo, keberadaan iklan rokok menjadi salah satu hal yang mengganjal Kota Solo untuk meraih predikat KLA. Sehingga, pemerintah kota Solo sudah mencanangkan untuk menghapuskan iklan rokok secara bertahap.

Lisda Sundari, Ketua Lentera Anak, percaya bahwa banyak pemerintah kota/kabupaten yang sudah berkomitmen kuat untuk melarang iklan rokok. Seperti pemda Kota Padang dan Kota Mataram yang berkomitmen mewujudkan Kota Layak Anak tanpa iklan rokok. Namun hal ini memang membutuhkan dukungan yang kuat dari berbagai pihak, termasuk DPRD, sehingga mempermudah lahirnya regulasi terkait pelarangan iklan, promosi dan sponsor rokok tersebut.

“Seperti halnya kota Padang, dimana walikota sudah berkomitmen melarang iklan rokok secara total, hal ini seharusnya mendapat dukungan positif dari seluruh stakeholder termasuk DPRD setempat. Sebab, pelarangan iklan rokok merupakan komitmen pemerintah daerah untuk melindungi anak, sebagai upaya untuk melindungi generasi muda dari dampak konsumsi rokok dan dari target pemasaran rokok,” tegas Lisda. (mar)