Munarman

Kastara.ID, Jakarta – Direktur Eksekutif Amnesty International, Usman Hamid, menyebut Tim Densus 88 telah mempertontonkan tindakan sewenang-wenang saat menangkap mantan Sekretaris Umum Front Pembela Islam (FPI) Munarman. Tim Densus 88 Antiteror Polri juga secara gamblang tidak menghargai nilai-nilai hak asasi manusia (HAM) saat menangkap Munarman atas tuduhan terlibat aksi terorisme.

Saat berbicara (28/4), Usman menegaskan, tindakan menyeret dengan kasar dan menutup mata dengan kain hitam yang dilakukan terhadap Munarman sangat tidak manusiawi. Terlebih tersiar kabar bahkan anggota tim pengacara mantan Imam Besar FPI Habib Rizeq Shihab (HRS) itu tidak diperkenankan menggunakan alas kaki.

Usman menilai tindakan itu sangat merendahkan martabat manusia. Selain itu menurut Usman, tindakan penjemputan paksa Munarman telah melanggar asas praduga tak bersalah yang seharusnya dikedepankan dalam proses penegakan hukum.

Menurut hemat Usman, tuduhan terorisme bukan alasan untuk melanggar hak asasi seseorang dalam proses penangkapan. Terlebih Munarman tidak membahayakan petugas. Sehingga tidak ada hal yang urgen bagi aparat untuk melakukan tindakan penjemputan secara paksa.

Usman pun mendesak pihak kepolisian melakukan evaluasi terhadap anggota Densus 88 yang terlibat dalam penangkapan mantan ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) itu. Harus ada investigasi dugaan pelanggaran standar operasional prosedur (SOP) dalam penangkapan tersebut. Amnesty International menyayangkan jika UU Anti-Terorisme dijadikan sebagai justifikasi untuk melanggar hak asasi manusia.

Sementara Kepala Bagian Penerangan Umum (Kabag Penum) Divisi Humas Polri, Ahmad Ramadhan membantah Tim Densus 88 telah melakukan pelanggaran prosedur saat menangkap Munarman. Menurut Ramadhan, penangkapan salah satu mantan pimpinan FPI itu sudah sesuai SOP tangkap teroris.

Saat memberikan keterangan (28/4), Ramadhan menegaskan, dalam SOP tangkap teroris, terduga memang harus diborgol tangannya dan ditutup matanya dengan kain hitam. Terlebih menurut Ramadhan, Munarman telah ditetapkan sebagai tersangka.

Ramadhan menjelaskan, teroris adalah kejahatan teroganisir dengan jaringam luas. Penangkapan satu jaringan akan membuka jaringan-jaringan yang lainnya. Selain itu menurut Ramadhan, bahaya dari kelompok teror justru pihak di sekeliling tersangka. Itulah sebabnya mata Munarman ditutup supaya tidak bisa mengenali identitas petugas yang menangkapnya.

Ramadhan menerangkan, penutupan mata terhadap tersangka teroris sudah menjadi standar penanganan internasional. Menurutnya di negara mana pun, tersangka teroris pasti diperlakukan seperti itu. Ramadhan menegaskan, pihak kepolisian selalu menerapkan asas persamaan di mata hukum, termasuk kepada Munarman. (ant)