Magot

Kastara.ID, Tegal – Inovasi teknologi dipercaya dapat menjadi pemacu kegiatan produksi, termasuk di sektor kelautan dan perikanan. Oleh karena itu, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) melalui Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan (BRSDM) menyerahkan bantuan unit percontohan penyuluhan perikanan di tiga lokasi. Lokasi tersebut adalah Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah, Kabupaten Kulon Progo, Derah Istimewa Yogyakarta, dan Kota Bontang, Kalimantan Timur.

Di Temanggung diserahkan unit percontohan budidaya magot BSF dan pemanfaatannya kepada Pokdakan Mina Clarias. Di Kulon Progo, diserahkan unit percontohan budidaya cacing sutra sistem apartemen kepada Pokdakan Mina Taruna. Sedangkan di Bontang, diserahkan unit percontohan budidaya lobster laut di keramba jaring apung (KJA) menggunakan shelter kepada KUB Bontang Kuala.

Penyerahan tiga unit percontohan ini dilaksanakan serempak pada Selasa (28/7). Serah terima dilakukan melalui Balai Pelatihan dan Penyuluhan Perikanan (BPPP) Tegal di bawah Pusat Pelatihan dan Penyuluhan Kelautan dan Perikanan (Puslatluh KP).

Kepala BRSDM Sjarief Widjaja mengatakan, bantuan percontohan ini diberikan untuk mendorong peningkatan produksi komoditas perikanan bernilai tinggi, salah satunya lobster. Untuk itu, pemerintah memberikan dukungan teknologi pada kegiatan budidaya lobster.

Sementara itu, hambatan yang paling banyak ditemui dalam kegiatan budidaya adalah ketersediaan pakan. Pasalnya, biaya penyediaan pakan mencapai 60-70 persen dari total komponen biaya budidaya sehingga menjadi beban bagi para pembudidaya.

“Perlu ada inovasi dalam menekan biaya pakan. Salah satunya dengan menciptakan pakan mandiri yang cocok dengan komoditas yang digunakan serta dapat diaplikasikan langsung oleh pembudidaya di lapangan. Pakan dari magot atau cacing sutra ini misalnya,” jelas Sjarief.

Sjarief menilai, unit percontohan ini dapat menjadi alternatif usaha bagi pelaku utama sektor kelautan dan perikanan. Terutama di masa pandemi Covid-19, di mana banyak sektor usaha mengalami pelemahan.

Sjarief merinci, percontohan budidaya magot di Kabupaten Temanggung, selain sebagai pakan alternatif alami khususnya untuk ikan lele juga dapat dimanfaatkan untuk merespons isu sampah dan lingkungan. Sampah telah menjadi masalah bagi daerah-daerah di Indonesia, baik di perkotaan maupun pedesaan.

“Dengan adanya kegiatan pengumpulan sampah organik sebagai media pertumbuhan dan perkembangbiakan pada budidaya magot diharapkan dapat mengurangi beban TPA,” papar Sjarief.

Selain itu, semua hasil atau sisa kegiatan budidaya magot baik berupa telur, pupa, magot basah, magot kering, pelet magot, pupuk kompos, dan pupuk cair juga dapat dimanfaatkan sebagai pakan atau dijual untuk tambahan penghasilan kelompok.

“Kami berharap kegiatan budidaya magot ini dapat menyasar ke desa-desa sehingga dapat menjadi lokasi pengolah sampah sekaligus penghasil pakan dan pupuk setidaknya untuk menutupi kebutuhan tingkat desa,” lanjutnya.

Sama halnya dengan percontohan budidaya magot, percontohan budidaya cacing sutra juga diharapkan dapat menyediakan pakan alami yang paling efisien untuk benih. Menurut Sjarief, selama ini cacing sutra diperoleh secara alami di saluran irigasi/persawahan warga sehingga ketersediaan tidak stabil bahkan kurang, terlebih di musim hujan. Oleh karena itu, dibutuhkan metode budidaya cacing sutra yang dapat dipraktikkan sepanjang tahun, berkelanjutan, dan berproduksi secara kontinu.

“Percontohan budidaya cacing sutra di Kabupaten Kulon Progo ini diharapkan dapat menjadi kawasan penyangga perbenihan di Kabupaten Kulon Progo, di mana Kulon Progo mencanangkan untuk menciptakan kawasan sentra budidaya lele di Provinsi DIY,” ungkap Sjarief.

Adapun percontohan pembesaran lobster di Kota Bontang diharapkan mampu menjadi salah satu bukti keberhasilan budidaya pembesaran lobster dari benih hingga ukuran siap jual. Budidaya losbter dengan sistem KJA dan pakan alami ini menjadi inovasi sebagai bagian pengenalan budidaya lobster kepada masyarakat.

Sjarief menjelasan, budidaya pembesaran lobster membutuhkan pakan berupa ikan rucah dan kekerangan. Untuk itu, ia menyarankan agar BPPP Tegal juga memberikan pembinaan bagi kelompok penerima untuk mengombinasikan tiga komponen, yaitu lobster, kerang hijau, dan rumput laut pada KJA.

“Di sekitar KJA kita budidayakan rumput laut, di sebelahnya dikasih budidaya kerang. Rumput laut dapat memberikan oksigen yang baik untuk perkembangan lobster dan perairan sekitar. Nanti lobsternya makan kerang, kerang makan rumput laut, dan rumput laut ini juga dapat dijual. Jadi ada tiga komoditas yang dapat menjadi sumber penghasilan,” cetusnya.

Namun, agar tiga unit percontohan dapat dioperasikan secara optimal, Sjarief meminta agar BPPP Tegal bersama penyuluh perikanan dan dinas terkait melakukan pemetaan jumlah pembudidaya, luasan lahan, komoditas perikanan yang dikembangkan, jumlah produksi, dan siklus panen untuk setiap komoditas di masing-masing lokasi percontohan. Hal ini dibutuhkan sebagai dasar penetapan jumlah pakan yang akan diproduksi.

“Kita bekerja harus terukur ada modelnya. Kami tidak ingin berlebihan sehingga mengakibatkan harga magotnya jatuh atau kurang bahan mengakibatkan harga magot mahal. Kita harus membuat suatu skala ekonomi supaya harganya baik dan memberi kesejahteraan pada para produsen tetapi juga tidak terlalu mahal dibandingkan pakan dari pabrik. Begitu pula dengan pengembangan cacing sutra,” ujar Sjarief.

Sjarief berharap, unit percontohan serupa dapat dikembangkan di daerah-daerah dengan tingkat pengangguran tinggi. Dengan demikian, mereka dapat dilatih dan dilibatkan dalam suatu kegiatan ekonomi.

Sementara itu, Kepala Puslatluh KP, Lilly Aprilya Pregiwati menyebut, pengaplikasian teknologi terekomendasi ini merupakan tangung jawab BPPP yang ada di seluruh Indonesia. Ia menyebut, BPPP bertugas untuk meningkatkan kompetensi dan kemandirian pelaku utama dalam menjalankan usahanya.

“Sektor budidaya perikanan merupakan salah satu sektor unggulan yang harus dioptimalkan sebagai upaya peningkatan produksi perikanan nasional sekaligus peningkatan pendapatan pelaku usaha perikanan. Salah satu metodenya yaitu melalui diseminasi teknologi menggunakan metode percontohan (demplot),” terang Lilly.

Lilly berharap, tiga percontohan ini dapat menciptakan situasi yang lebih baik bagi usaha perikanan, khususnya kegiatan budidaya.

“Kita ingin percontohan ini dapat mendatangkan nilai ekonomi dan memperluas lapangan kerja bagi masyarakat. Kita manfaatkan bahan baku lokal yang tersedia di alam seluas-luasnya sebagai pakan. Kita ciptakan pula pakan yang berkualitas untuk benih sehingga kualitas dan kelangsungan benih yang dibutuhkan untuk kegiatan budidaya dapat meningkat,” paparnya.

Selanjutnya, Lilly berpesan kepada kelompok penerima unit percontohan, agar menggunakan unit percontohan sebaik mungkin untuk pengembangan usaha kelompok. Kemudian mentransfer ilmu pengetahuan dan teknologinya kepada masyarakat sekitar.

Sedangkan kepada penyuluh perikanan, Lilly berpesan agar terus berinovasi dan berkontribusi bagi pengembangan usaha kelautan dan perikanan. Lilly menilai, pendampingan penyuluh perikanan tak bisa lepas dari kegiatan produksi perikanan oleh pelaku utama/pelaku usaha.

Bantuan unit percontohan KKP ini mendapat sambutan hangat dari pemerintah daerah. Kepala Bidang Perikanan Dinas Perikanan dan Peternakan Kabupaten Temanggung, Thoifur Hadi Wuryanto menyampaikan terima kasih atas dipilihnya Kabupaten Temanggung sebagai lokasi percontohan budidaya magot. Selain dapat menyediakan pakan alami ikan, percontohan ini dinilai juga dapat mempercepat pengembangan pengolahan sampah di Kabupaten Temanggung.

“Kita memang sedang mengembangkan untuk pengolahan sampah dengan bebas sampah plastik di 2021. Jadi di Kabupaten Temanggung saat ini masing-masing desa sudah harus membuat TPS desa sehingga ke TPA itu hanya residu sampah saja,” ucapnya.

Selain itu, ia mengaku juga telah menerima laporan beberapa pihak yang memiliki keinginan dan ketertarikan untuk berbudidaya magot. “Namun saat ini kami baru pada tahap sosialisasi. Nanti akan ada pembentukan dewan sampah dan pembentukan fasilitas-fasilitas lainnya,” bebernya.

Apresiasi juga disampaikan Kepala Dinas Perikanan Kabupaten Kulon Progo, Sudarna. Ia berharap, dengan adanya unit percontohan budidaya cacing sutra ini budidaya pakan alami dapat berkembang pesat dengan bantuan teknologi yang diyakini lebih efektif dan efisien.

“Budidaya pakan alami cacing sutra di Kabupaten Kulon Progo sangat dibutuhkan dalam mencukupi kebutuhan pakan alami untuk khususnya pada budidaya lele dan pakan untuk ikan hias,” kata Sudarna.

Menurutnya, sebagai produsen lele terbesar di Daerah Istimewa Yogyakarta, Temanggung selama ini masih mengandalkan benih lele dari kabupaten-kabupaten lain bahkan hingga Jawa Tengah. Untuk itu, unit percontohan pakan cacing sutra ini sangat disambut baik sebagai upaya mendukung budidaya pembenihan rakyat.

“Rata-rata di Kulon Progo kita membutuhkan 200 sampai 300 kg per hari. Untuk itu, adanya percontohan ini bagi kami merupakan salah satu solusi untuk penyelesaian atas masalah tersebut,” imbuhnya.

Hal senada juga disampaikan Kepala Seksi Budidaya, Dinas Ketahanan Pangan, Perikanan, dan Pertanian Kota Bontang, Muji Hartati. Menurutnya, percontohan ini sangat bermanfaat bagi masyarakat sekitar yang sebagian besar memang tinggal di pesisir dan berprofesi sebagai pelaku usaha perikanan.

“Kami siap mendukung program dari pusat dan menciptakan sinergitas program pusat dengan Kota Bontang,” ujarnya. (wepe)