Kastara.ID, Jakarta – Perlu pembaharuan regulasi pemilu agar terdapat pemenuhan hak politik bagi penyandang disabilitas. Pasalnya, para penyandang disabilitas juga ingin merasakan bagaimana pemilu yang sukses, di antaranya karena suara yang diberikan memiliki hak yang sama dengan warga negara lainnya. Hanya saja dalam pemenuhan peran dan hak aksesnya disesuaikan dengan kemampuan penyandang disabilitas.

“Kenyataannya tanpa sadar negara telah melakukan tindakan diskriminatif, yang menyangkut pada Pasal 240 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pemilihan Umum bahwa dalam menjadi bakal calon anggota DPR/DPRD adalah warga Indonesia yang sehat jasmani,” jelas Bendahara Umum Persatuan Penyandang Disabilitas Indonesia (PPDI), Nanang.

Terkait pentingnya kesetaraan hak politik tersebut, Fakultas Hukum UPN Veteran Jakarta bersama Fakultas Komunikasi & Desain Kreatif (FKDK) Universitas Budi Luhur mengadakan forum group discussion (FGD), Kamis, 24 Agustus 2023 di Universitas Budi Luhur Jakarta. FGD tersebut mengumpulkan data berupa pengalaman, pandangan, dan persepsi kelompok mengenai topik penelitian.

Nanang menambahkan, para penyandang disabilitas memiliki hak yang sama dengan hak yang lainnya. Mereka memiliki peran yang sama dan tidak boleh ada diskriminatif hak politik. Hukum yang mengatur hal tersebut adalah Pasal 26 Konvenan Internasional Tentang Hak Sipil dan Politik bahwa tidak boleh ada tindakan diskriminatif dan dijamin perlindungan yang sama dan efektif.
Sudah ada Undang-Undang No.8 Tahun 2016 Pasal 13 mengenai jaminan hak dipilih dan memilih bagi disabilitas. Selain itu, pemerintah memberikan dukungan bagi para penyandang Disabilitas yaitu dengan pemenuhan hak suara menyediakan TPS yang ramah bagi Disabilitas. Karena itu Isu yang dicuatkan dalam acara ini mendapatkan apresiasi dari kami. Dimana isu itu yang teman-teman Disabilitas tunggu dari sektor akademisi.

“Pemilih Disabilitas yang tidak bisa hadir langsung ke TPS akan ada petugas TPS yang menghampiri, sepanjang diusulkan oleh pihak yang meminta terkait hal itu,’ jelas Nanang.

Tak hanya itu. Penyandang disabilitas juga dapat menjadi petugas TPS seperti yang sudah terjadi di Aceh, penyandang Disabilitas berperan dalam pemilihan umum tingkat kabupaten. Penyandang Disabilitas juga dapat dipilih menjadi anggota calon DPRD/DPR RI dengan syarat bisa membaca dan menulis.

“Sepanjang memenuhi syarat, Bawaslu menjamin semua warga negara berkah dipilih dan memilih. Bawaslu ke depannya akan lebih baik untuk bersosialisasi kepada penyandang Disabilitas terkait informasi politik pemilihan umum,” ungkap Nanang.

Jika pada tahun pemilu selanjutnya berharap penyandang disabilitas bisa ikut berpartisipasi sebagai calon DPRD/DPR RI agar dapat menjadi perwakilan penyandang disabilitas untuk dapat langsung terlibat dan memantau penyampaian suara bagi disabilitas. Disabilitas menjadi bagian dari pemerintah di kursi pemerintahan agar dapat lebih memahami seberapa jauh dan besar perjuangan pemerintah untuk kaum disabilitas dan mengukur aksesbilitas hak yang sama. Hambatan pendataan bagi penyandang disabilitas juga dapat terminimalisir agar semakin efektif partisipatif penyandang disabilitas.

Sedangkan Ketua Program Studi Magister Ilmu Komunikasi Universitas Budi Luhur, Umaimah Wahid berharap, hak politik yang dimiliki perempuan saat ini sebanyak 30 persen, juga dapat dirasakan oleh teman-teman disabilitas. Dalam hal ini dapat terus dilakukan melalui kampanye maupun perjuangan agar terdapat penghargaan penerimaan suara berpolitik di pemerintah. Intinya, semua orang harus punya hak politik, apapun bentuknya selama disesuaikan ketentuan negara dan diberikan penjaminan terhadap hak suaranya oleh negara.

“Kehadiran penyandang disabilitas di sektor politik Indonesia dapat terjamin hak yang sama, membutuhkan waktu untuk berjuang dan harus ada strategi untuk berjuang. Salah satunya bisa seperti yang dilakukan pada persatuan perempuan dalam mendapatkan hak politik yang sama di pada masanya dengan menyatukan tujuan agar dapat dipilih dan memilih. Begitu juga dapat dilakukan oleh PPDI, dengan mengkampanyekan hal ini. Senyum ke mana saja, ke Bawaslu dan DPR salah satu alat yang dapat dipakai untuk berkampanye dan strategi berjuang. Seperti itu juga dapat melalui media sosial,” jelas Umaimah.

Perubahan dalam tatanan sosial, lanjutnya, memerlukan regulasi yang tegas untuk adanya perbaikan untuk waktu ke depannya. Umaimah berharap pada Pemilu 2024 atau setelahnya keterwakilan penyandang disabilitas sebagai calon DPR/DPRD dapat terwujud. Jalannya kegiatan informatif dan edukatif ini dapat disaksikan pada Youtube FKDK Universitas Budi Luhur agar ada keterbukaan informasi perihal isu bersama ini.

Hadir dalam FGD tersebut Kepala Biro Hukum dan Humas Bawaslu, Agung B.G.B Indraatmaja. FGD tersebut dihadiri 16 peserta, di antaranya Umaimah Wahid, Nawiroh Vera, dan Made Doddy Wihardi, dari FKDK Universitas Budi Luhur. Sedangkan pengajar Fakultas Hukum UPN Veteran terdiri dari Taupiqqurrahman dan Rianda Dirkareshza. Sambutan kegiatan terdiri dari Deputi Rektor Bidang Akademik, Dr. Goenawan Brotosaputro, S.Kom, M.Sc dan Dekan FKDK Universitas Budi Luhur, Dr. Rocky Prasetya Jati. (mar)