BPJS Kesehatan

Kastara.ID, Jakarta – Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani mengatakan, pihaknya menangkap indikasi adanya fraud atau kecurangan di Badan Pengelola Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan. Kecurangan tersebut berpotensi membuat BPJS Kesehatan menanggung defisit sebesar Rp 28 triliun hingga akhir 2019.

Saat berbicara di Gedung Bank Indonesia, Jakarta (30/7), Sri Mulyani menjelaskan kecurangan disebabkan over klaim pada sistem layanan BPJS Kesehatan secara menyeluruh. Temuan tersebut berdasarkan hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan.

Itulah sebabnya menurut Sri Mulyani ada banyak hal yang perlu diperbaiki dalam sistem layanan BPJS secara menyeluruh, mulai dari data kepesertaan hingga sistem rujukan, antara puskesmas, rumah sakit, serta sistem tagihan.

Sri Mulyani menambahkan, Kemenkeu dan BPJS Kesehatan berencana menyeimbangkan antara iuran dan manfaat yang didapatkan. Hal ini dilakukan sesuai perintah Presiden Jokowi dan Wapres Jusuf Kalla dalam upaya membenahi sistem pelayanan secara menyeluruh.

Sementara itu Direktur Utama BPJS Kesehatan Fahmi Idris mengatakan, pihaknya baru akan membahas rencana kenaikan iuran BPJS Kesehatan. Pembahasan ini diperlukan guna menyelamatkan keuangan BPJS Kesehatan yang terus-menerus mengalami defisit. Senada dengan pernyataan Sri Mulyani, Fahmi juga mengatakan BPJS Kesehatan terancam menderita defisit hingga Rp 28 triliun pada akhir 2019.

Fahmi menambahkan, pihaknya juga akan mengadakan rapat internal. Tujuannya  agara pelayanan rumah sakit tetap berjalan dengan baik meskipun kondisi BPJS Kesehatan sedang dalam masalah. Keterlambatan pembayaran akan ditutup terlebih dulu menggunakan mekanisme SCF (supply chain finance) sebelum nantinya diselesaikan dengan baik.

Dengan kondisi tersebut, muncul suara miring ke BPJS Kesehatan. “Kalau manajemen tidak mampu sebaiknya mundur, jangan masyarakat yang dirugikan dengan kenaikan iuran,” ujar Rudi Jendol, warga Perikanan, Depok. (rya)