Kastara.ID, Jakarta – Diplomasì makan siang ala Joko Widodo bersama tiga bakal capres dinilai sebagai bukti netralitas Presiden pada Pilpres 2024.

Namun Pengamat Komunikasi Politik dari Universitas Esa Unggul Jakarta, M Jamiluddin Ritonga, melihat diplomasi presiden tersebut dinilainya berlebihan.

“Penilaian itu kiranya berlebihan, karena persoalan netralitas tidak cukup diselesaikan melalui makan siang. Netralitas itu harus dibuktikan tidak hanya di panggung depan, tapi juga di panggung belakang,” ungkap Jamil kepada Kastara.ID, Senin (31/10).

Jamil kembali menjelaskan, dalam politik, sikap dan tindakan di panggung depan kerap berbeda dengan apa sesungguhnya yang terjadi di panggung belakang. Di panggung depan seolah memperlakukan sama kepada semua bacapres, tapi di panggung belakang bisa jadi justru sebaliknya.

“Karena itu, diplomasi makan siang itu jangan dianggap sebagai sikap negarawan Jokowi. Pertemuan itu cukup dianggap sebagai drama politik yang hanya mempertontonkan panggung depan. Panggung belakang masih disembunyikan, dan baru akan diketahui melalui proses waktu,” papar Jamil yang juga mantan Dekan Fikom IISIP Jakarta.

Jadi, lanjut Jamil, melalui pertemuan itu tidak serta merta Jokowi akan netral dalam Pilpres 2024. Peluang Jokowi cawe-cawe dan berpihak pada capres tertentu masih sangat terbuka.

Karena itu, tugas semua anak bangsa untuk mengawasi Pilpres 2024. Melalui pengawasan inilah nantinya akan diketahui panggung belakang yang sesungguhnya.

“Data panggung belakang nantinya dibandingkan dengan panggung depan (makan siang bersama). Dari perbanndingan data itulah akan diketahui netral tidaknya Jokowi dalam Pilprpes 2024,” pungkas Jamil. (dwi)