Amandemen

Kastara.ID, Jakarta – Fraksi Partai Golkar MPR RI mengkritik rencana amandemen Undang Undang Dasar 1945. Menurutnya, amandemen UUD 1945 seharusnya tidak menjadi prioritas untuk dikaji di tengah pandemi Covid-19 seperti saat ini.

“Partai Golkar melihat amandemen konstitusi itu telah menimbulkan polemik di tengah masyarakat. Apalagi, dalam situasi pandemi Covid-19 yang masih terus menghantui masyarakat, MPR justru dianggap sibuk melakukan kajian untuk mengamandemen konstitusi yang seharusnya tidak jadi prioritas saat ini,” kata Ketua Fraksi Partai Golkar MPR RI Idris Laena, Kamis (18/3).

Dia menyatakan mengamndemen konstitusi adalah langkah gegabah bila dilakukan saat ini. Menurutnya, semua elemen bangsa seharusnya fokus mengatasi pandemi Covid-19, termasuk menyiapkan langkah-langkah pemulihan ekonomi.

“Tidak perlu disibukkan dengan isu-isu yang tidak mendesak malah justru akan menimbulkan kegaduhan baru,” katanya.

Menurutnya, masalah itu sudah terlihat dari sikap sebagian masyarakat yang menduga amandemen konstitusi dilakukan demi mengubah masa jabatan Presiden RI dari dua menjadi tiga periode.

“Kecurigaan pasti akan terus muncul, apalagi ketika salah satu partai politik justru telah menegaskan bahwa ingin pilpres kembali dipilih oleh MPR yang ditolak secara tegas Partai Golkar karena wacana itu jelas mencederai reformasi yang telah diperjuangkan dengan darah dan air mata,” katanya.

Diketahui, amendemen konstitusi saat ini sebenarnya diwacanakan hanya untuk menindaklanjuti rekomendasi MPR RI periode 2014-2019 yang merekomendasikan untuk mengkaji suatu sistem pembangunan nasional model Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN) atau Pokok-pokok Haluan Negara (PPHN).

Berangkat dari itu, Idris mengklaim Golkar bisa menerima jika PPHN tetap ingin dibuat. Namun, ia mengusulkan agar PPHN dibuat dalam bentuk undang-undang saja.

“Sebetulnya dengan produk hukum berupa UU saja sudah dapat mengakomodir kepentingan nasional karena UU juga merupakan produk hukum yang mengikat bagi seluruh warga Indonesia,” tuturnya.

Sebelumnya, Menko Polhukam Mahfud MD menyampaikan bahwa Presiden Joko Widodo (Jokowi) tak setuju dengan amandemen UUD 1945.

“Presiden Jokowi tak setuju adanya amandemen lagi,” kata Mahfud melalui kicauan di akun twitter resmi miliknya @mohmahfudmd (15/3).

Ketika itu, kata Mahfud, Jokowi mengatakan ada tiga kemungkinan jika sejumlah pihak mendorongnya maju pada Pilpres 2024 mendatang. Pertama ingin menjerumuskannya, kedua ingin menampar mukanya, dan ketiga ingin mencari muka.

“Kita konsisten saja, batasi jabatan presiden dua periode,” ujarnya. (ant)