Pelni

Kastara.ID, Jakarta – Peristiwa pembatalan kajian Ramadan online di PT Pelayaran Nasional Indonesia (Pelni) ternyata berbuntut panjang. Majelis Ulama Indonesia (MUI) menyatakan prihatin dan mengkritik keras pembatalan tersebut. Terlebih alasan pembatalan kajian itu adalah tuduhan panitia telah terpapar radikalisme.

Wakil Ketua Dewan Pertimbangan MUI Muhyiddin Junaidi menilai, tindakan direksi PT Pelni membatalkan kajian Ramadan Online telah bertentangan dengan Pancasila khususnya sila pertama, Ketuhanan Yang Maha Esa. Saat memberikan keterangan kepada awak media (9/4), Muhyiddin mengatakan, pembatalan tersebut adalah bentuk nyata arogansi kekuasaan.

Bahkan keputusan tersebut menurut Muhyiddin telah menyakiti perasaan umat Islam. Terlebih pembatalan kajian Ramadan Online diikuti dengan pemberian sanksi kepada karyawan yang menjadi panitia acara tersebut. Muhyiddin menuturkan, pembinaan mental spiritual karyawan sebuah perusahaan seharusnya menjadi bagian integral pengembangan sumber daya manusia (SDM). Ceramah agama sangat diperlukan guna menumbuhkembangkan rasa tanggung jawab dan integeritas karyawan.

Pernyataan serupa disampaikan Sekretaris Jenderal Sekjen MUI Amirsyah Tambunan yang menyayangkan pembatalan kajian Ramadan di PT Pelni. Amirsyah menilai, pembatalan kegiatan tersebut justru berdampak buruk dan menimbulkan polemik. Amirsyah menuturkan, kajian Ramadan terdebut mengangkat tema yang sangat menarik, yakni ‘Ramadan Memperkuat dan Memperteguhkan Iman’.

Amirsyah menegasksn, tema ini sangat aktual lantaran bisa memperkuat dan menjunjung tinggi nilai-nilai Pancasila. Anehnya, Direksi PT Pelni justru menuduh kajian tersebut terpapar radikalisme. Padahal penceramah dalam kajian tersebut adalah ustadz yang cukup berintegeritas, di antaranya Ketua Bidang Dakwah MUI KH Cholil Nafis. Ada pula Ustadz Firanda Andirja dan Ustadz Syafiq Basalamah yang juga diakui keilmuannya.

Amirsyah pun mempertanyakan mengapa di perusahaan milik negara yang mengaku menjunjung tinggi nilai-nilai Pancasila justru terjadi tindakan intoleran. Itulah sebabnya Amirsyah meminta Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir memberikan klarifikasi. Dia mengimbau agar tidak mudah memberikan stigma radikal dan mengaitkan tindakan kekerasan dengan umat Islam.

Sementara manajemen PT Pelni melalui pejabat sementara (Pjs) Kepala Kesekretariatan Perusahaan PT Pelni, Opik Taufik menyatakan meminta maaf atas kegaduhan yang ditimbulkan terkait pembatalan kajian Ramadan 1442 Hijriah. Dalam keterangan tertulis yang disampaikan (9/4), Opik menuturkan, PT Pelni sudah mengambil tindakan yang diperlukan dan menjalankan usahanya sesuai dengan nilai-nilai Pancasila dan NKRI.

Opik mengakui telah melakukan klarifikasi kepada pihak-pihak yang terkait langsung dengan kegiatan tersebut. PT Pelni juga meminta maaf kepada stakeholder dan masyarakat atas kegaduhan yang terjadi. Kejadian ini menurut Opik akan menjadi evaluasi bagi PT Pelni ke depannya. (ant)