Hukuman Mati

Kastara.ID, Jakarta – Draf Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) telah rampung. Meski banyak menuai protes dari berbagai pihak ahli dan masyarakat tetap saja seakan tidak ada masalah.

Pasal makar masuk dalam draf RKHUP ini. Definisi makar dalam RKUHP, menurut Aliansi Nasional Reformasi KUHP hingga Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) dianggap belum merujuk pada makna istilahnya.

Menurut catatan aliansi, definisi makar berdasar dari asal kata “aanslag” yang berarti serangan. Sedangkan bunyi pasal 167 dalam draf RKUHP yang baru ini, “Makar didefinisikan adalah niat untuk melakukan suatu perbuatan yang telah diwujudkan dengan adanya permulaan pelaksanaan perbuatan tersebut”.

Lebih lanjut, dalam draf RKUHP per 28 Agustus 2019 itu juga mengatur tindak pidana makar dalam tiga pasal antara lain Pasal 191 tentang makar terhadap presiden dan wakil presiden, pasal 192 tentang makar terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), dan Pasal 193-196 tentang makar terhadap pemerintahan yang sah.

Hukuman makar meski belum jelas definisinya menjatuhkan hukuman mati bagi pelakunya atau pidana penjara seumur hidup, atau pidana penjara paling lama 20 tahun.

Dalam pasal 191 menyatakan, “Setiap orang yang melakukan makar dengan maksud membunuh atau merampas kemerdekaan presiden atau wakil presiden atau menjadikan presiden atau wakil presiden tidak mampu menjalankan pemerintahan dipidana dengan pidana mati, pidana seumur hidup, atau pidana penjara paling lama 20 tahun.”

Sedangkan pada Pasal 192 ditulis, “Setiap orang yang melakukan makar dengan maksud supaya sebagian atau seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia jatuh kepada kekuasaan asing atau untuk memisahkan diri dari Negara Kesatuan Republik Indonesia dipidana dengan pidana mati, pidana penjara seumur hidup, atau pidana penjara paling lama 20 tahun.”

Sementara makar terhadap pemerintahan yang sah dihukum sesuai dengan peran yang dijalankan dengan ancaman pidana paling lama 12 tahun. (rya)