Ulama

Kastara.ID, Jakarta – Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) secara tegas menolak keputusan pemerintah membuka keran investasi di bidang industri minuman keras atau miras. PBNU menilai keputusan tersebut lebih banyak mudharatnya daripada manfaatnya. Hal itu dikemukakan Wakil Sekretaris Lembaga Bahtsul Masail (LBM) PBNU, KH Mahbub Maafi Ramdhan.

Saat berbicara kepada awak media, Senin (1/3), Kyai Mahbub mengatakan, PBNU sudah menolak investasi miras sejak 2013. Menurutnya, penolakan disampaikan langsung oleh Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siradj yang mengatakan tidak boleh ada investasi miras termasuk memproduksinya.

Itulah sebabnya Kyai Mahbub heran terhadap keputusan pemerintah pusat yang menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 10 Tahun 2021 tentang Bidang Usaha Penanaman Modal. Aturan tersebut menetapkan empat provinsi boleh memproduksi miras, yakni Bali, Nusa Tenggara Timur (NTT), Sulawesi Utara (Sulut), dan Papua.

Menariknya, menurut Kyai Mahbub, Gubernur Papua Lukas Enembe juga menolak investasi miras. Bahkan pada 2013 Pemprov Papua telah membuat Perda tentang larangan memproduksi dan memperdagangkan minuman beralkohol. Perda Nomor 15 Tahun 2013 itu telah diperbaharui dengan Perda Nomor 22 Tahun 2016.

Sebelumnya Pengurus Pusat (PP) Muhammadiyah juga mengeluarkan pernyataan serupa. Saat berbicara dengan awak media, Sabtu (27/2), Ketua PP Muhammadiyah Anwar Abbas mengkritik kebijakan pemerintah yang melegalkan miras.

Menurut Anwar, Perpres Nomor 10 Tahun 2021 tentang bidang Usaha Penanaman Modal telah membuka pintu investasi industri minuman keras atau miras bahkan sampai tingkat eceran. Anwar menilai pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) seperti kehilangan akal mencari uang. Pemerintah juga terlihat kehilangan arah.

Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) ini menambahkan, tidak ada jurnal yang mengatakan miras itu baik. Justru para ahli menyebut miras bisa merusak hati, jantung, dan organ tubuh lainnya. Sebaiknya menurut Anwar, pemerintah membuka investasi di bidang yang baik-baik saja dan jangan di bidang yang merusak rakyat. (ant)