Kastara.id, Jakarta – Pasca mencabutan status hukum Ormas Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) oleh Pemerintah melalui Kementerian Hukum dan HAM pada 19 Juli 2017 lalu telah memunculkan pro dan kontra.

Ketua Umum Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) Daerah Istimewa Yogyakarta Fitroh Nurwijoyo Legowo, mendukung terhadap pemberantasan ormas yang bertentangan dengan ideologi negara, dan merongrong kesatuan negara.

“Kita dukung bukan sekedar pembubaran HTI, tapi juga terhadap ormas yang bertentangan dengan ideologi negara. HTI hanya salah satunya,” ujarnya di Yogyakarta, Selasa (1/8).

Menurut Fitroh, selama Perppu untuk menguatkan posisi negara, KNPI DIY mendukung, bukan sekedar  berfungsi untuk mengkebiri dinamika pemikiran dan organisasi yang ada. Tetapi pemuda harus selalu waspada pada dunia luar, proxy yang sekarang dalam berbagai bentuk dan wujud, rasa nasionalisme dan kebanggaan menjadi pemuda indonesia harus selalu dipupuk. Sehingga semangat untuk terus maju akan semakin menggelero.

“Kita tidak berkeinginan menaklukan bangsa lain, tapi kita juga tidak mau bangsa lain mendikte dan menguasai negara kita,” katanya.

Fitroh mengatakan, Perpu ormas baru satu dari sekian kebijakan pemerintah yang harus diambil untuk memberi perisai kerukunan dan kesejahteraan bangsa indonesia.

Sementara itu, Mahasiswa UIN Husni Mubarak menilai diterbitkan Perpu dan pencabutan status hukum ormas HTI suatu hal yang sudah terakumulasi. “Perppu ini, tidak serta merta diterbitkan begitu saja. Tapi saya meyakini ada berbagai macam pertimbangan dan beberapa hal,” ujarnya.

Selain itu, lanjut Husni, alasan pemerintah menerbitkan Perppu No.12 tahun 2017 karena ada indikasi dan ancaman keutuhan NKRI. Namun sayangnya Perppu tersebut terlalu lama diterbitkannya.

Hal sama juga disampaikan Ketua Bidang Sosial KNPI DIY Wahyu. Pencabutan status hukum ormas HTI dilakukan pemerintah dengan beberapa pertimbangan.

Menurut Wahyu Indonesia sangat sunnatullah keragaman. Sedangkan HTI sendiri ingin diseragamkan seperti di Marawi. Selain ada indokrinisasi, juga dampak terburuk akan seperti di Suriah. “Kecenderungan ke arah sana,” katanya.

Menyinggung adanya dugaan PNS seperti dosen, guru, dan pejabat di daerah terindikasi pernah ikut mendukung aksi HTI, menurut Wahyu, langkah yang paling tepat adalah mereka diajak dialog dan tidak perlu dikeluarkan. (npm)