“Kita manfaatkan sampah kayu berukuran besar yang berasal dari pohon trembesi, mahoni dan nangka di kali dan sungai,” ujarnya, Jumat (1/12).

Arifat menjelaskan, pengolahan sampah kayu menjadi furnitur membutuhkan proses cukup panjang. Tahap awal sampah kayu dipotong lalu dibentuk sedemikian rupa sesuai kebutuhan.

Setelah itu kulit kayu pun dikupas dan dibersihkan, kemudian diamplas dan disatukan hingga membentuk kursi, meja dan lainnya.

Langkah terakhir, sampah kayu yang telah dibentuk dicat pernis agar tampilannya lebih mengkilat dan tahan lama.

“Prosesnya bisa lima sampai satu minggu. Harga jualnya berkisar antara Rp 200 ribu hingga Rp 1 juta,” terang Arifat.

Ia berharap, pemanfaatan limbah kayu menjadi barang bernilai ekonomis ini bisa diikuti warga untuk membantu mengurangi volume sampah.

“Kami ingin warga mulai mengolah kembali sampah menjadi sesuatu yang berguna,” tandasnya. (hop)