Pilpres 2024

Oleh: Tony Rosyid

DUA periode Presiden Susilo Bambang Yudhoyono atau SBY, PDIP jadi oposisi. Tidak toleh kanan kiri. Konsisten menegaskan posisinya sebagai oposisi, sampai SBY selesai periodenya (2004-2014).

Begitu juga dengan PKS. Dua periode juga menjadi oposisi di era Presiden Jokowi. Meski sekutunya yaitu Gerindra telah berpaling dan meninggalkannya, PKS keukeuh dalam posisinya sebagai oposisi. Berbagai bujuk rayu dan tawaran posisi, PKS tetapi memilih jalurnya sebagai oposisi.

Karena konsistensinya dalam sikap politik, kedua partai ini berhasil merawat kesetiaan para pendukungnya. Secara umum, para pemilih PDIP dan PKS itu militan dan die hard.

Saat ini, nyaris hanya dua partai tersebut yang tetap konsisten menolak penundaan pemilu. PKS, sesuai dengan posisinya sebagai oposisi, punya sikap tegas: menolak pemilu diundur.

Apapun alasannya, konstitusi harus dipatuhi, yaitu pemilu lima tahun sekali. Ini perintah UUD 1945 (Pasal 22E).

Juga disebutkan bahwa presiden hanya menjabat maksimal dua kali (pasal 7 UUD 1945). Diatur pula dalam UU Pemilu No 7 tahun 2017. Apalagi, jadwal pemilu sudah ditetapkan oleh tiga lembaga/institusi yaitu DPR, Mendagri, dan KPU.

Jangan mencla-mencle dan menelan ludah sendiri, kira-kira itu yang dituntut oleh rakyat. Satu kata, satu perbuatan.

Kalau PKS sebagai oposisi, wajar jika menolak. Tapi yang juga layak diapresiasi adalah PDIP. Sebagai partai pengusung utama pemerintah, PDIP ikut juga menolaknya. Hasil keputusan rapat PDIP, Ketum PDIP Megawati menolak dengan tegas pemilu diundur. Alasannya, itu inkonstitusional.

Kita tahu, Megawati adalah seorang ketua umum partai yang sangat teguh terhadap konstitusi. Megawati adalah tipe ketum yang punya prinsip. Komitmen konstitusionalnya dalam sejumlah kasus layak diacungkan jempol.

Kembali ke awal reformasi, di masa Presiden Megawati-lah pemilu langsung diselenggarakan. KPK juga lahir di era Megawati. Ini adalah bagian dari jasa Megawati terhadap bangsa ini. Sejarah tak bisa berpaling dari fakta ini.

Seandainya pada 2004 pemilu diselenggarakan secara tidak langsung atau dipilih oleh MPR, kemungkinan Megawati akan jadi presiden lagi. Kekuatan incumbent memainkan peran besar dan menentukan. Tapi, itu tidak dilakukan oleh Megawati.

Jika dua periode PDIP menang pemilu di bawah ketum Megawati, tentu bisa dijelaskan rasionalitasnya. Selain coattail effect dari Presiden Jokowi, faktor ketegasan dan konsistensi Megawati sangat berperan.

Terhadap dirinya sendiri, Megawati konsisten untuk menyelenggarakan pemilu sesuai konstitusi, apalagi untuk para kadernya. Ibu yang satu ini dikenal cukup memiliki komitmen terhadap konstitusi. Kecil kemungkinan komitmennya dikorbankan yang hanya akan menodai track record dan sejarah hidupnya.

Langkah PDIP dan PKS menolak pemilu diundur tampaknya akan diikuti oleh partai Nasdem, PPP, dan Demokrat. Entah Gerindra, belum tahu ke mana arahnya. Tersisa tiga partai yaitu PKB, Golkar, dan PAN.

Bagi PKB, main-main dengan narasi seperti ini bukan persoalan serius. Konstituen PKB cukup solid dan enggak mudah berubah oleh isu apapun. Sementara PAN dan Golkar, keduanya harus berhadapan dengan konstituen yang tampaknya makin kecewa.

Muhammadiyah, melalui Sekjennya, Abdul Mu’ti. menolak tegas pemilu diundur. Ini akan jadi bumerang buat PAN mengingat konstituen PAN mayoritas adalah warga Muhammadiyah. Apalagi, PAN sedang bersaing dengan Partai Ummat yang dipimpin mantan Ketum Muhammadiyah Amien Rais. Bisa runyam.

Intinya, PDIP dan PKS, mungkin juga diikuti oleh Nasdem, PPP, dan Demokrat, telah mendapatkan dukungan dari Muhammadiyah dan rakyat secara luas untuk tetap konsisten terhadap konstitusi dan menolak pemilu diundur. (*)

Penulis adalah pengamat politik dan pemerhati bangsa.