Al-Khawarizmi

Oleh: Jaya Suprana

DASAR memang dungu maka ketika masih terpaksa duduk di bangku sekolah saya tidak suka mata pelajaran logaritma. Bagi saya logaritma tidak jelas manfaatnya apalagi untuk susah-payah dipelajari.

Di dalam kehidupan sehari-hari, saya tidak merasakan manfaat logaritma yang menurut saya abstrak sambil membingungkan. Ternyata saya keliru sebab sebenarnya logaritma memiliki banyak manfaat.

Keliru Berlapis
Menjelang akhir abad XX, saya merasa kerap kali mendengar istilah logatima disebut-sebut terutama di kalangan mereka yang meminati ilmu komputer dan teknologi informasi.

Ternyata saya kembali keliru. Istilah yang kerap saya dengar ternyata bukan logaritma tetapi algoritma.

Kemudian kembali saya keliru dalam menduga bahwa logaritma sama saja dengan algoritma akibat kata awalnya beda namun akhiran ritmenya sama. Saya tidak perlu malu mengakui kekeliruan berlapis itu sebab banyak pihak mirip saya yaitu tidak sadar bahwa logaritma dan algoritma saling beda satu dengan lainnya.

Logaritma
Kata orang, logaritma adalah operasi matematika yang merupakan kebalikan dari pemangkatan. Dari sedikit yang saya ketahui tentang kebalikan pemangkatan dapat ditarik kesimpulan bahwa logaritma sering digunakan untuk memecahkan masalah persamaan yang pangkatnya tidak diketahui. Maka jelas saya keliru dalam menduga logaritma tidak bermanfaat.

Dalam persamaan bn = xb dapat dicari dengan pengakaran n dengan logaritma, dan x dengan fungsi eksponensial. Negatif  dari logaritma berbasis 10 digunakan dalam ilmu kimia untuk mengekspresikan konsentrasi ion hidronium (pH).Logaritma bermanfaat bagi telekomunikasi, elektronik, dan akustik. Salah satu sebab adalah karena telinga manusia mempersepsikan suara yang terdengar secara logaritmik.

Satuan Bel dinamakan untuk mengenang jasa Alexander Graham Bell, seorang penemu di bidang telekomunikasi. Satuan desibel (dB) melekat pada ilmu akustik. Skala Richter mengukur intensitas gempa bumi dengan menggunakan skala logaritma berbasis 10.

Dalam astronomi, magnitudo pengukur terangnya bintang menggunakan skala logaritmik, akibat konon mata manusia mempersepsikan apa yang disebut sebagai terang secara logaritmik. Mohon dimaafkan jika saya keliru sebab semua yang saya ketahui tentang logaritma diperoleh bukan dari hasil penelitian saya sendiri namun sekadar comat-comot dari berbagai sumber eksternal di sana-sini belaka.

Algoritma
Konon algoritma dalam matematika dan ilmu komputer adalah seperangkat instruksi hakiki sebagai spesifikasi tidak ambigu untuk melakukan perhitungan, pemrosesan data, penalaran otomatis, dan tugas-tugas komputeral lainnya.

Suatu algoritma dapat diekspresikan dalam jumlah ruang dan waktu yang terbatas  dan dalam bahasa formal yang didefinisikan seoptimal mungkin untuk menghitung suatu fungsi. Konsep algoritma sudah berusia ribuan tahun. Matematikawan Yunani Kuno tanpa sadar sudah menggunakan konsep algoritma dalam ayakan Eratosthenes untuk menemukan bilangan prima.

Konsep algoritma Euclidean menemukan pembagi umum terbesar dari dua bilangan.

Istilah algoritma konor berakar pada latinasi nama Muhammad ibn Musa al-Khwarizmi (780–850). Al-Khwarizmi adalah ilmuwan matematika, astronom, ahli geografi, dan cendekiawan Baghdad. Nama Al-Khwarizmi berarti asli dari Khwarazm, sebuah wilayah yang merupakan bagian dari Persia Raya yang sekarang disebut sebagai Uzbekistan.

Formalisasi parsial dari apa yang akan menjadi konsep modern algoritma dimulai dengan upaya untuk mengakhiri masalah Entscheidungs problem yang diajukan oleh David Hilbert pada tahun 1928. Kemudian formalisasi dibingkai sebagai upaya untuk mendefinisikan “kalkulasi efektif ” atau “metode efektif”. Formalisasi tersebut mencakup fungsi rekursif Goedel -Herbrand – Kleene tahun 1930, 1934 dan 1935, kalkulus lambda Gereja Alonzo tahun 1936,  formulasi 1 Emil Post pada 1936, dan mesin Turing Alan Turing 1939.

Pada masa kini kerap kali masyarakat awam (termasuk saya) menggunakan istilah “algoritma” seolah terkesan biasa, meski definisi algoritma yang akurat masih merupakan misteri terutama bagi saya sendiri. (*)

* Penulis adalah pembelajar peradaban dan kebudayaan.