Kastara.ID, Jakarta – Berbagai instrumen investasi syariah telah banyak beredar di masyarakat, misalnya saham syariah, sukuk ritel, dan lain-lain. Sukuk ritel beberapa tahun ke belakang jadi salah satu pilihan yang cukup naik daun sebagai langkah memperkuat finansial.

Bagi beberapa orang, sukuk ritel juga kerap kali diidentifikasi sebagai obligasi syariah. Pasalnya, jenis instrumen investasi syariah ini juga dikategorikan sebagai surat berharga negara, tepatnya adalah Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) yang dikeluarkan secara resmi oleh pemerintah untuk mendukung pembangunan nasional.

Dalam sejarah ekonomi Islam, perlu dipahami bahwa sukuk bukanlah instrumen keuangan yang baru diperkenalkan di zaman modern. Sukuk sebagai instrumen keuangan sudah diperkenalkan dan digunakan dalam perdagangan domestik maupun internasional oleh para pedagang muslim sejak abad 6 Masehi.

Di Indonesia sendiri, sukuk ritel merupakan salah satu instrumen investasi syariah yang diterbitkan oleh pemerintah melalui perusahaan atau lembaga perbankan syariah yang berperan dalam menawarkan SBSN kepada warga negara Indonesia. Tujuan utama dari penerbitan sukuk ritel adalah untuk membiayai APBN dan membiayai pembangunan proyek infrastruktur di Indonesia.

Sebagai salah satu instrumen investasi syariah yang ditujukan kepada warga negara Indonesia, sukuk ritel dikelola berdasarkan prinsip syariah Islam. Dalam hal ini, salah satu jenis investasi syariah ini dilarang dikelola dengan unsur maysir (judi), gharar (ketidakjelasan), serta riba (usury). Keterangan tersebut dinyatakan oleh Dewan Syariah Nasional (DSN) dari Majelis Ulama Indonesia (MUI).

Setelah sukuk ritel sukses dipasarkan pemerintah untuk membiayai APBN dan membiayai proyek infrastruktur nasional, adakah sukuk ritel diterbitkan oleh pemerintah daerah untuk membiayai APBD dan membiayai pembangunan infrastruktur daerah agar ekonomi syariah meningkat di daerah tersebut? Hingga saat ini belum ada pemerintah daerah yang menerbitkan sukuk daerah.

Pemerintah bersama Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tengah mendorong agar daerah dapat menerbitkan sukuk daerah sebagai sumber pendanaan bagi APBD di daerah. Sukuk daerah ini diarahkan untuk menjadi sumber pembiayaan infrastruktur daerah yang produktif dan bukan belanja rutin, sehingga diharapkan daerah tidak hanya bergantung pada APBN ataupun APBD dalam pembiayaan infrastruktur di daerahnya.

Penerbitan Sukuk daerah bukanlah untuk mendorong daerah-daerah berhutang tapi supaya proses pembangunan daerah dan nasional bisa sejalan sesuai dengan rencana pembangunan nasional yang sudah ditentukan, baik dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) mapun dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN).

Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah (KNEKS) bersama dengan Direktorat Kapasitas dan Pelaksanaan Transfer Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan Kemenkeu, serta Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian (Kemenko Ekonomi) belum lama ini, di Jakarta, mengadakan Focus Group Discussion (FGD) untuk membahas Penerbitan dan Pengelolaan Obligasi Daerah dan Sukuk Daerah.

Turut hadir Kementerian Dalam Negeri, Otoritas Jasa Keuangan (OJK), United Nations Development Programme (UNDP) Indonesia, United Nations International Children’s Emergency Fund (UNICEF) Indonesia, The World Bank Indonesia, Asian Development Bank (ADB) Indonesia, dan Mandiri Sekuritas.
Kegiatan ini dilaksanakan untuk mendorong persiapan kerangka regulasi pendukung dari Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Sinergi Fiskal Nasional, di antaranya pembiayaan daerah secara umum serta penerbitan Sukuk Daerah di Indonesia secara khusus.

Selain itu, tujuannya untuk menindaklanjuti amanat Undang-Undang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (HKPD) agar mendorong pembiayaan daerah secara prudent dalam rangka akselerasi pembangunan Pemerintah Daerah yang akhirnya dapat menimbulkan multiplier effect dalam pembangunan nasional melalui instrumen pembiayaan daerah yang masih belum digunakan oleh Pemerintah Daerah yaitu Surat Berharga Syariah (Sukuk) Daerah dan Obligasi Daerah.

Saat ini, ekosistem regulasi mengenai Sukuk Daerah dan Obligasi Daerah dalam RPP Sinergi (Harmonisasi) Kebijakan Fiskal Nasional sedang dalam proses pembahasan di tingkat kementerian. Lebih lanjut, peraturan teknis pun akan dituangkan dalam Peraturan Menteri Keuangan mengenai Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Sukuk Daerah dan Obligasi Daerah.

Dalam agenda tersebut, Direktur Kapasitas dan Pelaksanaan Transfer Kemenkeu Bhimantara Widyajala menyampaikan bahwa amanat penyusunan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) merupakan salah satu substansi dalam Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Harmonisasi Kebijakan Fiskal Nasional.

“Khususnya Bab Pembiayaan Utang Daerah yang sampai dengan saat ini sedang dalam proses pembahasan bersama kementerian terkait yang diselenggarakan oleh Kementerian Hukum dan HAM. Walaupun PP tersebut belum ditetapkan, FGD ini tetap relevan dan penting untuk dilaksanakan karena dapat menggali aspek-aspek teknis dalam penerbitan dan pengelolaan Obligasi Daerah dan Sukuk Daerah,” ujar Bhimantara.

Sedangkan Taufik Hidayat, Plt. Direktur Eksekutif KNEKS menyampaikan, “FGD kali ini diharapkan dapat memberikan masukan mengenai draft Rancangan Peraturan Menteri Keuangan (RPMK) yang sedang disusun mengenai sukuk daerah dan obligasi daerah dari berbagai kementerian, lembaga, serta stakeholder terkait, mendapatkan rekomendasi mengenai tata cara pengelolaan dan pertanggungjawaban sukuk dan obligasi daerah yang akan diterbitkan oleh pemerintah daerah.”

Dengan mempertimbangkan potensi sektor privat dalam hal ini pasar modal yang begitu tinggi dalam instrumen investasi bagi masyarakat, Sukuk Daerah dan Obligasi Daerah dapat menjadi alternatif pembiayaan infrastruktur daerah.

Darwin Trisna Djajawinata, Direktur Operasional & Keuangan PT Sarana Multi Infrastruktur (SMI) menyinggung mengenai kriteria-kriteria proyek yang layak mendapat pembiayaan dari lembaga keuangan. Kelayakan proyek untuk dibiayai ini tergantung pada beberapa hal, misal apakah suatu proyek infrastruktur itu masuk dalam RPJM daerah.

“Untuk proyek-proyek yang bersifat pemenuhan hak dan pemberdayaan masyarakat miskin perlu perencanaan yang jauh lebih matang lagi karena pembiayaan ini kan bersifat pinjaman, dan tidak mungkin membebankan pinjaman ini pada warga miskin, maka pemda yang memiliki kewajiban untuk mengembalikan pinjamannya. Nah, skema-skema ini yang perlu direncanakan dengan cermat,” ujar Darwin.

Berbagai pihak telah mendorong agar pemerintah daerah menerbitkan sukuk daerah untuk dapat membiayai APBD-nya. Namun, hingga saat ini tidak kunjung terbit juga sukuk yang diterbitkan pemerintah daerah.

Memang tidak mudah menerbitkan sukuk daerah saat ini, setidaknya ada empat aspek kendala dalam menerbitkan sukuk daerah. Pertama aspek penerbit (pemerintah daerah-red), kedua aspek investor, ketiga aspek pasar dan keempat aspek infrastruktir. Sebenarnya elemen utama yang kendala adalah kurang adanya komitmen dari pemerintah daerah untuk menerbitkan sukuk daerah. Namun, selama manusia masih berusaha. Cepat atau lambat, sukuk daerah akan terbit! (subhi)