FPI

Kastara.ID, Jakarta – Mantan ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Hamdan Zoelva menyatakan soal Front Pembela Islam (FPI) yang disebutnya berbeda dengan Partai Komunis Indonesia (PKI) yang secara tegas dinyatakan sebagai organisasi terlarang. Menurutnya, hal itu sesuai dengan aturan perundangan yang ada serta pernyataan pemerintah terkait pembubaran FPI.

Melalui cuitan di akun twitternya @hamdanzoelva (3/12), Hamdan menerangkan, FPI dinyatakan bubar secara de jure karena tidak terdaftar di pemerintahan. FPI diketahui tidak mengurus izin ke Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) sejak 2019.

Hamdan menjelaskan, jika merujuk pada alasan pembubaran, FPI bukanlah ormas terlarang. Hal ini berbeda dengan PKI yang secara nyata dijadikan organisasi terlarang dalam undang-undang. Aturan pelarangan PKI terdapat dalam Undang-undang Nomor 27 Tahun 1999 Pasal 107a KUHPidana yang menyebutkan bahwa menyebarluaskan dan mengembangkan ajaran Komunisme/Marxisme-Leninisme, adalah merupakan tindak pidana yang dapat dipidana.

Sedangkan FPI dibubarkan lantaran tidak mengurus berkas dan kewajiban administrasi ke Kemenkumham. Itulah sebabnya FPI tidak bisa dikatagorikan sebagai organisasi terlarang. Hamdan menambahkan, pemerintah juga tidak bisa melarang masyarakat menyebarkan konten tentang FPI. Pasalnya tidak ada ketentuan pidana terkait hal itu.

Hamdan menambahkan, berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 82/82/PUU-XI/2013 terdapat tiga jenis organisasi masyarakat (ormas) yang diakui negara, yakni ormas yang memiliki badan hukum, Ormas Terdaftar, dan Ormas Tidak terdaftar.

Ormas terdaftar mendapat pelayanan dari negara. Sebaliknya ormas tidak terdaftar tidak mendapat pelayanan dari pemerintah. Itulah sebabnya pakar hukum tata negara asal Bima, Nusa Tenggara Barat (NTB) ini ormas tidak wajib mendaftarkan diri ke Kemenkumham. Pasalnya hak berkumpul dan bersyarikat dilindungi konstitusi.

Negara menurut Hamdan, bisa melarang kegiatan ormas jika mengganggu keamanan dan ketertiban umum atau melanggar nilai-nilai agama dan moral. Di sisi lain, negara bisa membatalkan badan hukum atau mencabut pendaftaran ormas. Sehingga ormas tersebut tidak lagi mendapat pelayanan dari negara. (ant)