Masker

Kastara.ID, Jakarta – Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengatakan ada 50 juta stok masker di Indonesia pasca-kasus dua WNI positif Virus Corona.

Sejumlah pemerintah daerah meminta warganya tak panik memborong masker. Pasalnya, alat kesehatan ini dianjurkan hanya untuk yang sakit.

Informasi kelangkaan masker pasca-dua warga Depok, Jawa Barat, dinyatakan positif Virus Corona atau Covid-19. Apotek dan toserba di berbagai daerah pun kehabisan stok. Jikapun ada, harga sekotak masker bisa mencapai Rp 1 juta hingga belasan juta rupiah di toko daring atau online shop.

“Nanti Pak Menteri biar cek. Tapi dari informasi yang saya terima, stok yang di dalam negeri kurang lebih 50 juta masker ada,” ujar Jokowi saat memberikan keterangan di Istana Merdeka, Jakarta (3/3).

Jokowi juga mengingatkan agar masyarakat tak gegabah dengan memborong seluruh kebutuhan pokok hingga masker dan hand sanitizer. Menurutnya, sikap panic buying di sejumlah tempat perbelanjaan ini justru akan membuat stok habis.

Mantan gubernur DKI Jakarta itu memastikan stok kebutuhan pokok tetap tersedia bagi masyarakat. Ia mengaku telah mengecek langsung ke Bulog dan Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) terkait ketersediaan barang tersebut.

Di tempat terpisah, Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Bandung dan Dinkes Kota Depok meminta masyarakat tidak memborong masker terkait penyebaran Virus Corona. Rosye menjelaskan masker diperlukan untuk menyaring partikel yang ke luar dari dalam tubuh seperti ketika batuk atau bersin.

Sementara Wali Kota Depok Mohammad Idris mengklaim stok masker di Depok masih cukup setelah sehari sebelumnya Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Barat juga telah memberikan 10 ribu masker ke Pemkot Depok.

Wakil Gubernur Sumatera Utara (Sumut) Musa Rajekshah meminta kepolisian untuk menindak pihak yang memanfaatkan keadaan ini untuk mencari keuntungan pribadi, seperti menjual masker dan bahan makanan dengan harga selangit.

Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Ira Aprilianti mengatakan, melonjaknya harga masker tidak sejalan dengan perlindungan konsumen. Fenomena eksploitasi kebutuhan konsumen ini, kata dia, berpotensi melanggar UU Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan. Ia pun meminta konsumen yang merasa dirugikan mengadukannya kepada Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN). (ant)