Mata Uang

Kastara.ID, Jakarta – Taliban secara resmi melarang penggunaan mata uang asing di Afghanistan. Langkah ini dipandang dapat mengganggu ekonomi yang sudah di ambang kehancuran.

“Situasi ekonomi dan kepentingan nasional di negara ini mengharuskan semua warga Afghanistan menggunakan mata uang Afghanistan dalam setiap perdagangan mereka,” jelas Taliban, Kamis (4/11).

Ekonomi Afghanistan kini sedang berjuang karena penarikan dukungan keuangan internasional setelah Taliban mengambil alih kekuasaan.

“Emirat Islam Afghanistan memerintahkan semua warga, pemilik toko, pedagang, pengusaha, dan masyarakat umum untuk selanjutnya melakukan semua transaksi di Afghanistan dan secara ketat menahan diri dari menggunakan mata uang asing,” jelas juru bicara Taliban Zabihullah Mujahid.

“Siapa pun yang melanggar perintah ini akan menghadapi tindakan hukum,” jelas pernyataan itu.

Setelah Taliban menguasai negara itu pada Agustus, miliaran dolar aset luar negeri Afghanistan dibekukan oleh Federal Reserve AS dan bank sentral di Eropa.

“Kami percaya, penting bagi kami untuk mempertahankan sanksi kami terhadap Taliban tetapi pada saat yang sama menemukan cara untuk bantuan kemanusiaan yang sah untuk sampai ke rakyat Afghanistan. Itulah tepatnya yang kami lakukan,” kata Wakil Menteri Keuangan Amerika Serikat Wally Adeyemo.

Taliban telah meminta pembebasan aset Afghanistan yang ditahan di luar negeri karena negara itu menghadapi krisis uang yang parah. Afghanistan juga dilanda eksodus bantuan asing. Hibah dari luar negeri sebelumnya membiayai tiga perempat dari belanja publiknya.

Awal tahun ini, Dana Moneter Internasional (IMF) mengatakan, Afghanistan tidak akan lagi dapat mengakses sumber dayanya, sementara Bank Dunia juga menghentikan pendanaan untuk proyek-proyek di negara itu. Bulan lalu, IMF memperingatkan ekonomi negara itu bisa menyusut 30 persen tahun ini, mendorong jutaan orang ke dalam kemiskinan dan menyebabkan krisis kemanusiaan.

Selain itu, IMF juga mengatakan, kesengsaraan ekonomi Afghanistan dapat memicu krisis pengungsi yang berdampak pada negara-negara tetangga, Turki dan Eropa. Afghanistan juga menderita kekeringan parah, yang telah merusak sebagian besar tanaman gandumnya dan membuat harga melonjak.

Program Pangan Dunia Perserikatan Bangsa-Bangsa telah memperingatkan jutaan warga Afghanistan terancam kelaparan karena kombinasi dari kekeringan, konflik, dan Covid-19. Namun, meskipun kekuatan Barat telah mengatakan mereka ingin menghindari bencana kemanusiaan di Afghanistan, mereka menolak untuk secara resmi mengakui pemerintah Taliban. (har)