Universitas Pelita HarapanKetua IAI Ahmad Djuhara menyampaikan paparan dan tanggapannya seputar tiga ciri tugas profesi arsitek yang dibahas bersama Dosen Fakultas Liberal Arts F. Budi Hardiman dengan moderator Dosen DKV UPH Ferdinand Indrajaya. (Ist)

Kastara.ID, Tangerang – Arsitektur Universitas Pelita Harapan (UPH) menghadirkan Ketua Ikatan Arsitektur Indonesia (IAI) Ahmad Djuhara pada ‘Diskusi Filosofis tentang Profesi dalam Arsitektur’ di Pelita Hall, Gedung B UPH, Kampus Lippo Village (4/2). Selain mengaitkan kembali profesi arsitek pada ‘makna hidup’ yang lebih holistis, sehinnga dosen dan mahasiswa yang hadir mampu menggali dan memahami hakikat dan prinisip dari profesi arsitek melalui penjelasan seputar tiga ciri tugas profesi arsitek.

Ahmad menjelaskan, dari sisi filosofi, arsitektur merupakan ruang tempat berkiprah dalam hidup yang menjadi wadah untuk berekspresi dalam beragam aspek dan arsitek merupakan orang pemberi ruang. Sehingga ciri tugas pertama dari seorang arsitek yaitu tugas Ontologis-estetis yaitu untuk menciptakan dan mengisi ruang kenyataan (Heidegger, Der Ursprung des Kunstwerkes)

Konstruksi arsitektural menjadi salah satu cara penyingkapan kenyataan dalam hidup; menyingkapkan apa itu manusia, masyarakat, keindahan, and bahkan Tuhan. Arsitek sebagai ‘co-creator’ dunia dan arsitektur sebagai bentuk historis. Arsitek bertugas untuk membuka atau menyediakan ruang tempat keindahan dan hidup manusia berada beserta maknanya.

Kemudian ciri kedua dari profesi arsitek yaitu tugas Spasial-Etis. Menurut Ahmad, tugas arsitek sebagai pemberi ruang sama halnya dengan seorang penulis, yaitu mampu ‘menulis’ isi pikirannya. 

“Arsitek harus mampu mengungkapkan isi pikiran ke dalam arsitektural. Seorang arsitek yang mampu menuangkan isi pikirannya dengan ekspresi dan terus mengembangkan pendiriannya dapat disebut sebagai seorang arsitek yang punya kreativitas dan mandiri. Namu era sekarang ini banyak arsitek yang bekerja dengan menunggu proyek bayaran. Hal ini perlahan mengubah arsitek ke dalam mekanisme yang menempatkannya ke dalam sistem yang rutin. Jadi kita perlu melihat kembali bahwa ada misi tertentu dalam arsitektur yaitu memberi ruang pada yang membutuhkan. Menciptakan tata ruang dan ada value serta etis dalm konstruksi yang perlu diambil oleh seorang arsitek,” papar Ahmad.

Ciri ketiga yaitu tugas fungsional pragmatis. Dalam ciri ini Ahmad menjelaskan bahwa seorang arsitek dengan profesinya bertujuan untuk mencari nafkah dan menolong sesama dan dirinya (fungsi privat). Namun Ahmad menyoroti ada persoalannya yang terjadi di masyarakat. Adanya kecenderungan yang lebih berfokus pada tugas ketiga dan mengabaikan tugas pertama dan kedua. 

Dengan adanya kecenderungan ini, Ahmad menilai bahwa dunia akademis dalam arsitektur sewajarnya harus memfokuskan pada fungsi Ontologis-estetis dan Spasial-Etis. Jika tidak maka bentuk arsitektural baik kota, rumah, jalan, dan lainnya tidak diwarnai dengan selera keindahan, nilai, dan sebagainya. Dengan kata lain kurang manusiawi.

Dalam hal ini Ahmad juga mengapresiasi prodi Arsitektur UPH sebagai salah satu prodi terbaik karena cukup dominan dalam orientasi pendidikan dan pengajaran ke arah arsitek sebagai profesi.

“Menurut saya arsitektur UPH sebagai salah satu terbaik karena sebagai prodi yang cukup dominan dalam memiliki orientasi pendidikan dan pengajaran ke arah aristek sebagai profesi. Secara umum masih jarang di Indonesia prodi yang memfokuskan arsitek sebagai sebuah profesi. Hal ini dapat menjadi penghubung dan modal yang baik kepada dunia profesi arsitek di Indonesia,” ungkap Ahmad.

Program ‘Diskusi Profesi’ ini merupakan salah satu usaha dari prodi Arsitektur UPH dalam menjalin relasi kritis yang saling membangun antara profesional di dalam maupun di sekitar bidang ilmu arsitektur dan desain. Diskusi ini dihadiri kurang lebih 50 peserta yang datang dari kalangan dosen juga mahasiswa tingkat akhir. (dwi)