Mafia Yanah

Oleh: Satria Sukananda, S.H., M.H.

TANAH di dalam kehidupan masyarakat mempunyai hubungan yang sangat erat dengan kesejahteraan seseorang, perkembangan kehidupan keluarga, dan kelompok. Mempertahankan tanah berarti mempertahankan hidup dan kehidupan. Di samping bernilai ekonomis, tanah juga secara intrinsik mengandung nilai yang bermakna sangat tinggi dan mendasar. Tanah dapat menunjukkan tingkat status sosial seseorang yang tercermin dari jumlah penguasaannya atas tanah. Semakin banyak tanah yang dimiliki atau dikuasai seseorang semakin tinggi status sosialnya, dapat dijadikan tolok ukur prestasi sosial seseorang dan sebagai simbol sosio-kultural suatu masyarakat.

Fungsi dan manfaat tanah sangat penting bagi kehidupan manusia, hal ini dapat dilihat dari banyaknya kasus pertanahan yang sejak dahulu telah menjadi realitas sosial di masyarakat walaupun dalam bentuk dan tipologi yang berbeda. Kasus pertanahan sesungguhnya dapat diselesaikan melalui mekanisme hukum. salah satu bentuk penyelesaian kasus pertanahan sebagaimana dijelaskan melalui Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nomor 11 Tahun 2016 tentang Penyelesaian Kasus Pertanahan adalah jalur non litigasi dan litigasi. Namun hingga saat ini yang paling menghambat penyelesaian kasus pertanahan adalah pratik-pratik Mafia Pertanahan yang menjamur di seluruh wilayah Republik Indonesia.

Menurut petunjuk teknis Nomor: 01/Juknis/D.VII/2019 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Mafia Tanah pada Direktorat Jenderal Penanganan Masalah Agraria Pemanfaatan Ruang dan Tanah Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional yang disebut Mafia Tanah adalah individu, kelompok dan/atau badan hukum yang melakukan tindakan dengan sengaja untuk berbuat kejahatan yang dapat menimbulkan dan menyebabkan terhambatnya pelaksanaan penanganan kasus pertanahan.

Kerugian praktik-praktik Mafia Tanah tidak hanya menghambat penyelesaian kasus pertanahan, akan tetapi juga berdampak pada kerugian sosial dan ekonomi di masyarakat. Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Sofyan Djalil dalam konferensi persnya pada tanggal 11 Oktober 2019 menyampaikan akibat praktik Mafia Tanah, Investasi dari Perusahaan Korea Selatan, Lotte Chemical senilai US$ 4 miliar atau setara Rp 56 triliun menjadi terhambat. Salah satu penyebabnya adalah ketidakpastian hukum terutama di bidang pertanahan. Tak hanya merugikan investasi, pratik Mafia Tanah juga merugikan masyarakat umum. Bahkan akibat sindikat ini masyarakat dirugikan hingga Rp 200 miliar karena tertipu.

Modus yang dilakukan oleh Mafia Tanah dengan cara permufakatan jahat antara lain dapat diketahui sebagai berikut: (1) Menerbitkan dan/atau menggunakan lebih dari satu surat  alas hak berupa girik/pipil/ketitir/pepel/yasan/letter c/ surat tanah perwatasan/register/surat keterangan tanah/surat pernyataan penguasaan fisik atau nama lain yang sejenis, surat keterangan tidak sengketa, atau surat-surat lainnya yang berhubungan dengan tanah oleh kepala desa/lurah kepada beberapa pihak terhadap satu bidang tanah yang sama; (2) Menerbitkan dan/atau menggunakan dokumen yang terindikasi palsu terkait tanah seperti hak atas tanah/akta an eigendom/erfpacht/opstal, girik/pipil/ketitir/pepel/yasan/letter c/surat tanah perwatasan/register/surat keterangan tanah/surat pernyataan penguasaan fisik atau nama lain yang sejenis, surat keterangan tidak sengketa, yang diterima oleh Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional; (3) Melakukan okupasi atau pengusahaan tanah tanpa ijin di atas tanah milik orang lain (Hak Milik/HGU/HGB/HP/HPL) baik yang sudah berakhir maupun yang masih berlaku haknya; (4) Merubah/memindahkan/menghilangkan patok tanda batas tanah; (5) Mengajukan permohonan sertipikat pengganti karena hilang, sementara sertipikat tersebut masih ada dan masih dipegang oleh pemiliknya atau orang lain dengan itikad baik, sehingga mengakibatkan terdapat dua sertipikat di atas satu bidang tanah yang sama; (6) Memanfaatkan lembaga peradilan untuk mengesahkan bukti kepemilikan atas tanah, dengan cara: (a) Mengajukan gugatan dengan menggunakan surat yang tidak benar, sehingga ketika gugatan tersebut diputus dan telah berkekuatan hukum tetap (inkracht van gewisjde), surat tersebut dijadikan sebagai alas hak pada Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional; (b) Mengajukan gugatan di pengadilan untuk dinyatakan sebagai pemilik tanah, sedangkan pemilik tanah yang sah sama sekali tidak mengetahui atau tidak dijadikan sebagai pihak dalam gugatan tersebut; (c) Melakukan pembelian terhadap tanah yang masih menjadi objek perkara dengan itidak baik dan mengupayakan agar putusan pengadilan tersebut berpihak kepadanya/kelompoknya; (d) Mengajukan gugatan terus menerus yang menimbulkan banyaknya putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap dengan putusan yang saling bertentangan satu sama lain, sehingga putusan tersebut tidak dapat dijalankan mengakibatkan sengketa dan konflik tanah dan ruang tidak terselesaikan; (7) Permufakatan jahat yang dilakukan dalam akta otentik/surat keterangan oleh mafia tanah dengan melibatkan Pejabat Umum (Notaris/PPAT/Camat/Lurah Kades) yang mengakibatkan sengketa, konflik dan perkara tanah yang berdimensi luas dan diklasifikasikan sebagai kasus berat.

Semangat pemberantasan Mafia Tanah sesungguhnya sudah tertuang di dalam Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 yang mengatur tentang bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Sumber falsafah atau yang menjadi jiwa dari ketentuan itu adalah memberi sebesar-besar untuk kemakmuran rakyat diartikan sebagai semangat luhur dalam pemanfaatan bumi dan kandungan di dalamnya yang diartikan sebagai tanah. Maka praktik-pratik Mafia Tanah sungguh menciderai semangat luhur bangsa Indonesia.

Menilik permasalahan yang telah dijelaskan diatas saat ini Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional bersama Kepolisian Republik Indonesia membentuk Tim Pelaksana Satuan Tugas Pencegahan dan Pemberantasan Mafia Tanah. Tim Pelaksana Satuan Tugas ini diharapkan mampu memberantas praktik-pratik Mafia Tanah di Indonesia.

Adapun tugas Tim Pelaksana Satuan Tugas adalah: (1) Melaksanakan penelitian dan pengumpulan bahan keterangan terhadap kasus pertanahan yang terindikasi keterlibatan mafia tanah dan/atau berdimensi luas dan klasifikasi kasus berat; (2) Melaksanakan koordinasi dengan instansi lain terkait dengan penanggulangan dan penanganan kasus pertanahan yang melibatkan mafia tanah; (3) Melimpahkan hasil penanganan kasus pertanahan yang terindikasi keterlibatan Mafia Tanah kepada pihak kepolisian untuk penanganan lebih lanjut; (4) Melaporkan hasil dari pelaksanaan satuan tugas secara berkala setiap 3 (tiga) bulan sekali; (5) Membuat laporan hasil penanganan dan rekomendasi kepada Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional di tingkat Kementerian dan kepada Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Provinsi di tingkat Provinsi.

Selain pembentukan Satuan Tugas Pencegahan dan Pemberantasan Mafia Tanah, strategi yang dilakukan Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional dalam memberantas Praktik Mafia Tanah adalah (1) Menjalankan pelayanan elektronik Hak Tanggungan/HT-el yang meliputi Pendaftaran Hak Tanggungan, Roya, Cessie, Subrogasi, (2) Layanan Elektronik Informasi Pertanahan untuk Zona Nilai Tanah (ZNT). (3) Surat Keterangan Pendaftaran Tanah (SPKT) dan Pengecekan, (4) Modernisasi Layanan Permohonan Surat Keputusan Pemberian Hak Atas Tanah. Penerapan Strategi-Strategi ini dinilai mampu menstimulus penegakan hukum (law enforcement) dalam pemberantasan praktik-pratik Mafia Tanah di masa yang akan datang. (*)

** Peneliti di Keluarga Alumni Komisariat Fakultas Hukum, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.