Istana Presiden Jakarta

Kastara.ID, Jakarta – Bantahan tiga pembantu presiden di Komisi II terkait mendanai wacana penundaan pemilu dan presiden tiga periode tentu masuk akal.

Hal itu disampaikan M Jamiluddin Ritonga, Pengamat Komunikasi Politik Universitas Esa Unggul Jakarta kepada Kastara.ID, Rabu (6/4) pagi.

Menurut Jamil, tidak mungkin pembantu presiden akan mengakui mendanai wacana tersebut. Semua pembantu presiden di Istana akan terus membantahnya, karena sejak awal Istana telah membantah terlibat dalam wacana tersebut.

“Karena itu, Istana harus steril dari wacana penundaan pemilu dan presiden tiga periode. Pembantu presiden harus satu bahasa untuk membantah semua wacana tersebut jika dikaitkan dengan Istana,” jelasnya.

Sebab, sejak awal wacana tersebut sudah di-setting bersumber dari rakyat. Karena itu, wacana tersebut harus dikondisikan seolah-olah semuanya murni aspirasi dari berbagai elemen rakyat.

“Dengan settingan seperti itu, mereka akan aman berlindung pada demokrasi. Mereka akan mengatakan, tak elok mengekang aspirasi rakyat. Kami akan dinilai otoriter,” imbuh pengamat yang juga mantan Dekan FIKOM IISIP Jakarta.

Alibi seperti itulah yang akan terus dimainkan untuk menggolkan penundaan pemilu atau presiden tiga periode. Pembantu presiden di Istana hanya mengatakan tugas kami hanya menampung dan meneruskan aspirasi rakyat ke MPR RI. Mereka akan terus berlindung pada konstitusi.

Mereka diperkirakan akan menyatakan, tugas MPR untuk menindaklanjuti aspirasi rakyat. Bola panas itulah nantinya yang akan diterima MPR RI.

“Semoga MPR RI tidak masuk angin dengan dalih amandemen harus dilakukan karena kehendak rakyat. Kita tunggu komitmen dan konsitensi MPR RI,” pungkas Jamil. (dwi)