Kastara.ID, Depok – Depok adalah salah satu kota yang juga memiliki cukup banyak cagar budaya atau bangunan bersejarah. Namun sayangnya, hal tersebut kurang dimaksimalkan secara serius. Persoalan ini menjadi sorotan panelis dalam debat pamungkas yang berlangsung Jumat (4/12) lalu.

“Apa yang disampaikan ini memang faktual terjadi. Yang pasti kita belum punya museum dan mudah-mudahan nanti ke depan akan kita buatkan museum Kota Depok,” kata calon Wali Kota Depok dari nomor urut satu, Pradi Supriatna, seperti dilansir pradiafifah.com.

Ia menuturkan, di Kota Depok banyak bangunan-bangunan bersejarah peninggalan zaman Belanda, namun sayangnya itu tidak dirawat secara maksimal sebagai cagar budaya.

“Banyak sekali, kemudian ada juga Rumah Pondok Cina yang kondisinya saat ini sudah diapit oleh dua bangunan besar dan nampaknya ini perlu perhatian serius,” ujarnya.

Selain itu, Pradi juga menunjukkan banyak bangunan tua bersejarah lainnya yang berada di kawasan Depok Lama. Ia berjanji, jika terpilih bersama Afifah Alia akan menjadikan kawasan tersebut sebagai destinasi wisata.

“Bahkan bisa menjadi salah satu keunggulan untuk kita, jadi ikon wisata budaya,” imbuh Pradi.

Persoalan lainnya yang disinggung Pradi adalah tidak adanya pembinaan budaya atau kurang maksimalnya kegiatan budaya di Kota Depok. Itu dikarenakan manajemen tidak diberikan kepada orang yang tepat.

Pradi-Afifah mengaku telah menyiapkan berbagai sederet program untuk menjaga dan melestarikan budaya Depok. Pihaknya akan membangun ruang-ruang kebudayaan sebagai ruang bagi generasi muda.

“Kami akan menjaga dan melestarikan cagar budaya yang ada di kota Depok terjaga dengan baik, kami akan berupaya bangunan-bangunan bersejarah tersebut menjadi milik pemerintah,” papar Pradi.

Menanggapi pernyataan Pradi, sang rival calon wali kota dari nomor urut dua Mohammad Idris membantah pengabaian situs-situs bersejarah. Kubu petahana itu juga membantah telah membentuk dewan kebudayaan di Kota Depok, karena yang ada adalah Dewan Kesenian Kota Depok.

“Tidak benar pengabaian terhadap situs-situs bersejarah. Sudah ditetapkan ada 10 cagar budaya sampai dengan 2019 dan tambah lima cagar budaya, jadi 15,” kata Idris.

Ketika disinggung soal cagar budaya berupa Rumah Tua Pondok Cina, kubu petahana dari PKS itu pun mengaku heran karena selama ini bangunan itu sekarang dimiliki oleh personal, oleh privat yang seharusnya tidak karena ini milik negara.

“Kami sudah menawarkan untuk dijual kepada pemerintah, tetapi tidak diperkenankan oleh yang merasa memilikinya,” kilah Idris

Idris menegaskan, salah satu bukti lain pihaknya peduli dengan cagar budaya adalah Rumah Tua Cimanggis yang berada di lahan RRI, Sukmajaya Depok.

“Rumah Tua Cimanggis sebagai bukti perjuangan kami ketika tuntutan permintaan warga terhadap cagar budaya, Rumah Cimanggis yang ada di lokasi tanah yang diberikan kepada Kementerian Agama,” ujar Idris.

“Soal tuntutan kepada ketua dewan kesenian itu memang pertimbangan jadi jangan sampai ini didominasi oleh fungsionaris partai politik agar lebih netral, agar lebih mengerti dalam menanggapi hal-hal seperti ini terima kasih,” timpal Idris lagi.

Menjawab bantahan Idris, Pradi pun kembali mengeluarkan pendapatnya. “Pak Idris ini harus memberikan kesempatan kepada profesional, orang yang betul-betul siap untuk membangun dan membangun budaya itu sendiri dan saya pikir proses itu sudah benar ya, cuma memang nampaknya bisa dilihat dari berbagai lembaga-lembaga yang ada,” papar Pradi.

Pradi menyebut, pada faktanya banyak bidang-bidang yang dikuasai oleh kelompok Idris, dan bukan berlandaskan kemampuan atau profesionalitas.

“Saya pikir kurang tepat. Buat ke depan kita harus bisa menyiapkan dan memberikan kesempatan berbagai stakeholder yang ada sesuai dengan kompetensinya, sesuai dengan kemampuannya,” ujarnya.

Jika terpilih, Pradi-Afifah berjanji dirinya akan membuat Depok menjadi kota yang lebih terbuka dalam sistem pemerintahan. (lan)