PN Jaktim

Kastara.ID, Jakarta – Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Timur akhirnya menolak eksepsi atau nota keberatan yang dilayangkan terdakwa eks pimpinan Front Pembela Islam (FPI) Habib Rizieq Shihab (HRS) dalam kasus dugaan pemalsuan tes swab di Rumah Sakit Ummi, Bogor, Jawa Barat.

“Menolak keberatan atau eksepsi terdakwa dan kuasa hukum terdakwa seluruhnya,” kata hakim ketua Khadwanto saat membacakan amar putusan sela di PN Jakarta Timur, Rabu (7/4).

Dengan demikian, sidang berikutnya akan dilanjutkan dengan pemeriksaan pokok perkara.

Alasan penolakan tersebut, Majelis Hakim menilai dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) terhadap HRS di kasus RS Ummi sudah dibuat secara cermat, jelas dan sesuai aturan yang berlaku.

Dalam pertimbangannya, Majelis Hakim menilai poin-poin yang terkandung dalam eksepsi HRS sudah banyak yang masuk dalam materi pokok perkara.

Hakim mencontohkan keberatan yang diajukan HRS bahwa dirinya tak pernah berbohong dan tak pernah menimbulkan keonaran di tengah rakyat terkait kondisi kesehatannya saat dirawat di RS Ummi.

Menurutnya, alasan keberatan HRS tersebut tak seharusnya masuk dalam materi eksepsi sebagaimana tertuang dalam KUHAP. “Majelis hakim menimbang keberatan terdakwa sudah masuk pokok perkara,” kata majelis hakim.

Selain itu, Hakim akan memeriksa bukti-bukti lanjutan di persidangan selanjutnya. Atas dasar itu, majelis hakim pun memerintahkan jaksa menghadirkan saksi-saksi dalam sidang berikutnya guna pemeriksaan pokok perkara.

Dalam eksepsinya, HRS mengklaim tak mengetahui aturan yang mewajibkan isolasi mandiri selama 14 hari usai tiba dari Arab Saudi 10 November 2020 lalu.

Ia mengaku baru mengetahui ada aturan terkait isolasi mandiri sepekan setelah dirinya tiba di tanah air atau sekitar tanggal 16 November 2020.

HRS juga menilai perkara dugaan pemalsuan hasil tes swab Covid-19 di Rumah Sakit Ummi merupakan upaya kriminalisasi dirinya, rumah sakit, serta dokter. Upaya kriminalisasi tersebut, kata dia, dilakukan oleh Wali Kota Bogor Bima Arya, kepolisian, hingga kejaksaan.

Dalam kasus ini, HRS didakwa telah menyebarkan berita bohong terkait status positif virus corona Rumah Sakit (RS) Ummi, Kota Bogor, Jawa Barat. HRS terancam hukuman maksimal berupa pidana penjara selama 10 tahun terkait perkara tersebut.

Ia didakwa dengan tiga dakwaan alternatif, salah satunya dengan Pasal 14 ayat 1 dan Pasal 14 ayat 2 dan Pasal 15 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana Jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP. (ant)