Mamalia Laut

Kastara.ID, Sorong – Selain menyelamatkan mamalia laut yang terdampar, mengetahui penyebab kejadian mamalia laut terdampar sangatlah penting. Hal ini untuk mengantisipasi agar peristiwa ini tidak terjadi lagi di kemudian hari di lokasi yang sama dengan penyebab yang sama.

Direktur Jenderal Pengelolaan Ruang Laut (Dirjen PRL) Aryo Hanggono mengungkapkan, keberadaan mamalia laut sangat penting bagi keseimbangan ekosistem laut. Menurutnya, mamalia laut merupakan salah satu komponen kunci dalam rantai makanan, bersama dengan predator utama lainnya, sehingga jika populasi cetacea terganggu dapat menyebabkan terganggunya rantai makanan secara keseluruhan.

“Melihat nilai-nilai penting ini maka sudah sepatutnya keberadaan cetacea terutama di perairan Indonesia perlu dilindungi dan dilestarikan,” imbuhnya di Jakarta (4/9).

Sementara Direktur Konservasi dan Keanekaragaman Hayati Laut (KKHL) Andi Rusandi juga mengatakan hal senada. Ditegaskannya bahwa kejadian terdamparnya mamalia laut ini dapat merepresentasikan kondisi rumah mamalia laut tersebut yaitu perairan laut kita.

“Laut Indonesia menjadi rumahnya mamalia laut, tapi belakangan ini sering terjadi kejadian mamalia laut terdampar,” ujar Andi saat membuka Webinar Kejadian Mamalia Laut Terdampar Perspektif Dokter Hewan dan Peneliti Oseanografi yang diselenggarakan oleh Loka Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Laut (LPSPL) Sorong, Kamis (3/9).

Andi menjelaskan, bangkai mamalia laut terdampar dapat membahayakan masyarakat di sekitar lokasi kejadian jika tidak segera ditangani. Mamalia laut dapat membusuk dengan cepat, bahkan bisa meledak karena perutnya yang berisi gas. Bahayanya, isi perutnya bisa membawa bakteri yang berbahaya bagi manusia.

“Kami sangat berharap peran seluruh masyarakat. Untuk itu, saya meminta Kepala UPT di lingkungan Ditjen PRL untuk membuat jejaring, tidak hanya tingkat provinsi tetapi juga di tingkat desa,” pesan Andi di Jakarta.

Kepala LPSPL Sorong Santoso Budi Widiarto menyampaikan apresiasinya kepada teman-teman first responder yang terlibat aktif dalam penanganan mamalia laut terdampar.

“Kejadian mamalia laut merupakan kejadian yang sulit diprediksi baik waktu dan tempatnya. Akan tetapi kejadian mamalia laut terdampar ini memiliki kemungkinan yang sangat besar terjadi setiap tahunnya,” kata Santoso di Sorong.

Santoso menambahkan, hingga saat ini, pertanyaan penyebab kejadian mamalia laut terdampar banyak yang belum terjawab akibat keterbatasan pengetahuan. Menurutnya, diperlukan perspektif dari dokter hewan dan peneliti oseanografi untuk memberikan pengetahuan tentang kejadian mamalia laut terdampar.

“Pada tahun 2019, ada 39 kejadian biota terdampar di wilayah kerja kami, yang meliputi Maluku Utara, Maluku, Papua Barat, dan Papua. Hanya 48 persen yang dapat ditangani langsung, sehingga penting keterlibatan mitra dalam membantu penanganan kejadian mamalia laut terdampar di remote area,” tandasnya.

Sementara Dokter Hewan WWF Indonesia Dwi Suprapti memaparkan bahwa setiap kejadian mamalia laut terdampar membawa pesan yang cukup banyak. Menurutnya kejadian mamalia laut terdampar mengindikasikan apa yang terjadi di lautan, seperti indikasi pencemaran laut, aktivitas yang tinggi di laut, atau  indikasi terhadap kondisi alam, cuaca buruk, dan gempa.

“Peran dokter hewan adalah melakukan nekropsi (pembedahan) pada mamalia laut yang terdampar, namun tetap tidak bisa sendiri, butuh peran dari berbagai pihak dengan porsinya masing-masing untuk mengungkap kejadian terdampar,” tutur Dwi saat menjadi narasumber webinar.

Dwi mengungkapkan, ada 11 penyebab kejadian mamalia laut terdampar, yaitu akibat terjebak di air surut, penyakit, predasi, kebisingan, aktivitas perikanan, tertabrak kapal, pencemaran laut, gempa dasar laut, cuaca ekstrim, blooming alga, dan badai matahari.

“Dari 304 kasus kejadian mamalia laut terdampar yang terjadi selama periode 2015-2019, lebih dari 80 % tidak terjawab penyebabnya karena keterbatasan SDM, biaya, dan informasi yang diperoleh. Dari 20 % yang terjawab, yang tertinggi karena bycatch, cuaca, tertabrak kapal, dan predator,” ungkapnya.

Dari perspektif oseanografi, Dosen Ilmu Teknologi Kelautan IPB Agus Atmadipoera menyampaikan, Wilayah Indonesia Timur dengan topografi yang kompleks berperan dalam kejadian mamalia laut terdampar. Menurutnya, propagasi gelombang pasang surut internal berpotensi menghempaskan mamalia laut dari kedalaman termoklin ke dekat permukaan. Hal ini dapat menyebabkan dekompresi mamalia laut akibat perubahan yang mendadak.

“Ada kecenderungan peningkatan yang terdampar pada periode transisi dan musim timur. Hal tersebut didapatkan dari analisis data kejadian dengan pola meteo dan oseano” kata Agus.(wepe)