Kastara.id, Jakarta – Komite II DPD RI menilai program Kerjasama antara Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU) dalam penyediaan infrastruktur merupakan salah satu solusi atas masalah pemerataan pembangunan di daerah. KPBU hadir sebagai alternatif solusi atas permasalahan pembangunan infrastruktur daerah yang biasanya terhambat karena keterbatasan APBN/APBD. Meskipun begitu, program tersebut masih belum diketahui oleh pemerintah daerah. Oleh karena itu, Komite II DPD RI akan menyukseskan program tersebut dengan mengkomunikasikannya kepada pemerintah daerah.

“Adanya Keppres Nomor 38 Tahun 2015 tentang kerjasama pemerintah dan Badan Usaha adalah salah satu peluang untuk mempercepat pembangunan di daerah. Karena selama ini banyak pembangunan yang tergantung pada APBN, ternyata ada alternatif pembiayaan yang bermanfaat bagi pembangunan daerah,” ujar Ketua Komite II Parlindungan Purba.

Dalam Rapat Kerja dengan Kemenko Bidang Kemaritiman, Kementerian PPN/Bappenas, Kementerian PUPR, Kementerian Perhubungan, Kemenko Bidang Perekonomian, PT PII, dan PT SMI di Ruang Rapat Komite II DPD RI hari Rabu (7/12), Senator asal Sumatera Utara ini menambahkan bahwa pembangunan infrastruktur seharusnya tidak hanya bergantung pada APBN/APBD, tetapi juga melibatkan partisipasi dari Badan Usaha dan swasta. Tujuannya agar percepatan pembangunan di daerah benar-benar dapat terlaksana. KPBU akan menjadi program yang membuka peluang adanya perbaikan infrastruktur dan pemerataan pembangunan.

Meskipun begitu, Parlindungan Purba masih menilai bahwa program KPBU masih belum tersosialisasikan dengan baik kepada pemerintah daerah. Pemerintah daerah masih belum memahami secara detail mengenai skema pelaksanaan KPBU. Oleh karena itu, Parlindungan Purba mengatakan bahwa Komite II akan mendorong pembentukan forum komunikasi dan koordinasi dengan daerah yang tertarik dengan program KPBU. “Kita akan satukan dan sampaikan kepada Bappenas supaya ada forum koordinasi daerah-daerah yang ingin KPBU,” kata Parlindungan.

Senada dengan Parlindungan Purba, Senator dari Provinsi Lampung Anang Prihantoro juga menganggap program KPBU belum tersosialisasikan dengan baik di daerah. Padahal di daerah juga dituntut untuk melakukan pembangunan. “Dari segi sosialisasi ini saya kira masih sangat kurang. Proyek strategis harus juga dituntut. Bagaimana kita bisa memperbesar forum ini dengan daerah agar program ini berhasil,” ujar Anang.

Dalam kesempatan yang sama, Deputi Bidang Sarana dan Prasarana Wismana Adi Suryabrata mengatakan bahwa kebutuhan investasi infrastruktur tahun 2015-2019 adalah 4.796,2 T. Dimana sebesar 1.978 (41.3%) dari APBN dan APBD; 1.066,2 T (22,2%) dari BUMN; dan sebesar 1.751,5 T (36,5%) dari partisipasi swasta.

Asisten Deputi Perumahan, Pertanahan, dan Pembiayaan Infrastruktur Kemenko Bidang Perekonomian Bastary Pandji Indra menambahkan bahwa saat ini pembangunan infrastruktur belum sesuai dengan target. Salah satu solusi untuk mengejar ketertinggalan tersebut adalah adanya partisipasi dari BUMN dan swasta. Salah satu cara untuk mewujudkan hal tersebut adalah melalui KPBU. Kondisi APBN/APBD yang dimiliki tidak bisa digunakan sebagai satu-satunya modal untuk pembangunan infrastruktur.

“Selama ini perkembangan masih jauh dari yang kita harapkan. Kita berhadapan dalam situasi dimana ada gap dalam pembangunan infrastruktur. Sehingga kita harus mendorong peran BUMN dan partisipasi dari swasta. APBN dan APBD Indonesia terbatas dan hanya dapat membiayai sekitar 41% dari total anggaran. Walaupun terdapat BUMN yang membantu dalam pembiayaan, tetapi masih menjadi PR yang besar, dimana kontribusi swasta masih harus ditingkatkan,” katanya.

Bastary menambahkan bahwa keberadaan KPBU tidak hanya sekedar menambah pembiayaan, tetapi juga efektifitas dan efisiensi dalam pembangunan infrastruktur. Untuk mensukseskan program tersebut adalah dengan memperkuat koordinasi antar kementerian/lembaga terkait untuk mendorong daerah dalam berpartisipasi dalam KPBU untuk melakukan pembangunan di daerah. (rya)