KKP Tegal

Kastara.ID, Tegal – Sebagai bentuk dukungan pemenuhan kebutuhan pangan nasional khususnya protein ikan, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) kembali menggelar pelatihan dengan sistem semi blended. Pelatihan tersebut adalah pelatihan budidaya magot sebagai alternatif pakan ikan dan pelatihan diversifikasi olahan ikan.

Pelatihan budidaya magot ini diselenggarakan oleh Balai Pelatihan dan Penyuluhan Perikanan (BPPP) Tegal pada tanggal 4-5 Agustus 2020. Pelatihan diikuti 50 pelaku usaha perikanan dan kelompok tani yang berasal dari Kabupaten Cianjur, Jawa Barat.

Pelatihan diversifikasi olahan ikan dilaksanakan oleh BPPP Banyuwangi selama dua hari, 5-6 Agustus 2020. Pesertanya berjumlah 100 orang yang terdiri dari 25 orang masyarakat perikanan Kota Madiun dan 75 orang dari masyarakat perikanan Kabupaten Madiun, Jawa Timur.

Kedua pelatihan ini terbagi dalam teori, diskusi, dan praktik. Pelatih bersama dengan peserta akan mempraktikkan secara langsung ilmu yang diajarkan sehingga dapat diaplikasikan usai mengikuti pelatihan.

Pasca pelatihan, peserta tetap diberikan ruang untuk terus berkomunikasi dengan pelatih agar pelatih dapat memantau dan memberi solusi terhadap kesulitan yang dihadapi peserta. Setiap peserta juga diberikan modul yang dapat digunakan sebagai media pembelajaran.

Kepala Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan (BRSDM) Sjarief Widjaja mengatakan, pelatihan budidaya maupun pengolahan ikan ini dilakukan untuk menyediakan asupan pangan bergizi bagi masyarakat Indonesia sekaligus membuka peluang usaha untuk memulihkan perekonomian di tengah pandemi Covid-19.

Di tahun 2019, angka konsumsi ikan nasional sudah cukup baik, yaitu mencapai 54,49 kg/kapita. Akan tetapi jumlah tersebut tidak merata di seluruh Indonesia. Masih banyak wilayah yang angka konsumsi ikannya berada jauh di bawah rata-rata nasional. Untuk itulah perlu dilakukan pelatihan diversifikasi olahan ikan yang dapat meningkatkan minat konsumsi ikan masyarakat.

Sementara untuk memenuhi kebutuhan angka konsumsi nasional tersebut, apabila dikalikan dengan jumlah penduduk Indonesia yang mencapai 271 juta jiwa, maka diperlukan pasokan ikan yang tidak sedikit. “Untuk memenuhi kebutuhan konsumsi dalam negeri ini saja, kita tidak bisa hanya mengandalkan hasil tangkapan, melainkan juga harus meningkatkan produktivitas budidaya,” ucap Sjarief.

Namun selama ini, kegiatan budidaya terkendala pakan ikan yang mahal. “Untuk itu, KKP memperkenalkan budidaya magot dengan larva lalat Black Soldier Fly (BSF) sebagai alternatif pakan ikan yang murah, bergizi tinggi, dan mudah dikembangkan,” lanjutnya.

Senada dengan hal tersebut, Kepala Pusat Pelatihan dan Penyuluhan Kelautan dan Perikanan (Puslatluh KP) Lilly Aprilya Pregiwati menyebut bahwa pakan dari magot ini sangat istimewa karena mengandung nutrien yang lengkap. Menurutnya, magot dapat diproduksi dalam waktu singkat secara berkesinambungan dalam jumlah yang cukup untuk kebutuhan pakan ikan. “Masyarakat bisa dengan mudah mengadopsi teknologi ini,” tutur Lilly.

Magot dapat diolah menjadi tepung (mag meal) sebagai pakan ikan sehingga dapat menekan biaya yang harus dikeluarkan untuk pakan dalam kegiatan budidaya. Selain itu, usaha budidaya magot juga dapat menghasilkan produk sampingan seperti pupuk organik cair dan kompos.

Tak hanya bagi masyarakat Kabupaten Cianjur, pelatihan budidaya magot ini sebelumnya juga telah dilaksanakan bagi masyarakat Banyumas, Jawa Tengah. Saat ini bahkan peserta pelatihan telah berhasil membudidayakan sendiri pakan ikan dari magot.

Sedangkan pelatihan diversifikasi olahan ikan menurut Lilly diselenggarakan untuk menyediakan alternatif pangan ikan bagi masyarakat. Lilly menyebut, memang tak semua orang menyukai ikan segar, seperti ikan bakar, ikan goreng, ikan gulai, atau sebagainya yang dimasak langsung. Beberapa orang lebih tertarik aneka penganan dari olahan ikan yang telah dikreasikan dengan bahan-bahan lainnya.

“Dengan adanya pelatihan diversifikasi olahan ini diharapkan akan ada peningkatan kegemaran masyarakat dalam makan ikan sehingga angka konsumsi ikan per kapita juga meningkat sesuai dengan gerakan memasyarakatkan makan ikan (Gemarikan) di KKP,” beber Lilly.

Selain itu, Lilly menambahkan, pelatihan yang mencakup penanganan ikan segar dan pembuatan aneka penganan seperti sus maker ikan, panada ikan, dan mini crispy ikan ini diharapkan dapat diadopsi pasar kuliner di Kabupaten/Kota Madiun. Dengan demikian akan terjadi nilai tambah dari produk perikanan yang biasanya dijual dalam keadaan segar.

Pelatihan yang diberikan lengkap dari proses awal hingga akhir seperti penyiapan bahan baku ikan, proses pengolahan, hingga pengemasan. Termasuk juga perhitungan analisis usaha.

Anggota Komisi IV DPR RI Endang Setyawati Thohari menyampaikan apresiasi atas penyelenggaraan budidaya magot ini. Menurutnya, sektor perikanan budidaya perlu didorong agar dapat berkontribusi lebih besar terhadap devisa negara. Selain itu juga untuk menyediakan protein ikan yang lebih banyak bagi masyarakat.

Menurut Endang, angka stunting di Kabupaten Cianjur masih cukup tinggi sehingga konsumsi ikan harus ditingkatkan. Padahal, produksi perikanan budidaya di Kabupaten Cianjur merupakan yang tertinggi di Provinsi Jawa Barat, disusul Purwakarta, Garut, Tasikmalaya, dan Kabupaten Bogor. Untuk itu, ia menilai kegiatan budidaya ikan ini harus dioptimalkan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi masyarakat.

“Pakan ikan tidak harus dengan pelet. Bapak dan Ibu juga bisa memberikan magot. Nah, nanti dalam pelatihan ini akan dijelaskan bagaimana membudidayakan magot yang baik,” terangnya.

Ke depan, Endang berharap akan diberikan pelatihan budidaya yang lebih banyak. Misalnya, pelatihan budidaya ikan lele di dalam ember yang dipadukan dengan tumbuhan sayur.

Tak jauh berbeda, Anggota Komisi IV DPR RI Muhtarom juga menyampaikan apresiasi kepada KKP yang dinilai telah merespons aspirasi masyarakat dengan cepat melalui penyelenggaraan pelatihan sesuai kebutuhan masyarakat.

Muhtarom berpendapat, di tengah pandemi Covid-19 ini, masyarakat membutuhan usaha untuk memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga sekaligus membunuh kejenuhan akibat harus membatasi kegiatan di luar rumah. Ia menilai, pelatihan ini sangat bermanfat namun harus dilakukan dengan tetap memperhatikan protokol kesehatan.

Sama halnya dengan Kabupaten Cianjur, menurut Muhtarom angka konsumsi ikan di Kabupaten dan Kota Madiun juga masih sangat rendah, berada jauh di bawah rata-rata konsumsi ikan nasional. Padahal, meski jauh dari laut, kegiatan budidaya beraneka jenis ikan di daerah tersebut terbilang lengkap.

“Pelatihan-pelatihan seperti ini memang harus dilakukan untuk menarik dan merangsang masyarakat agar mau mengonsumsi ikan dalam rangka meningkatkan gizi keluarga untuk melawan stunting,” tegasnya.

Dukungan juga datang dari pemerintah daerah. Kepala Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Kota Madiun, Muntoro Danardono mengatakan, pelatihan diversifikasi olahan ikan ini sangat bermanfaat bagi warganya. Terlebih, Kota Madiun memang tengah merencanakan pembangunan sentra kuliner hasil perikanan.

Guna realisasi rencana ini, ia berharap KKP dapat mendukung dengan bantuan benih atau bibit ikan untuk kegiatan budidaya yang hasilnya nanti akan diolah sebagai bahan baku kuliner perikanan. “Semoga ini bisa meningkatkan peluang usaha dan memperluas lapangan pekerjaan,” ujarnya.

Dalam kesempatan yang sama, Kepala Dinas Pertanian dan Perikanan Kabupaten Madiun, Sodiq Hery Purnomo juga menyatakan dukungan terhadap program Gemarikan KKP. Terlebih UMKM Poklahsar di Kabupaten Madiun telah dilibatkan untuk menyediakan aneka olahan ikan dalam rangkaian kampanye Gemarikan. “Ini menjadi salah satu sarana untuk memasarkan produk kita,” katanya.

Sodiq menuturkan, di Kabupaten Madiun terdapat 6.000 rumah tangga perikanan (RTP) baik dari kelompok pembudidaya, pengolah dan pemasar hasil perikanan, hingga pedagang ikan. Di tengah pandemi Covid-19, menurutnya kegiatan budidaya tidak mengalami hambatan berarti, sebaliknya hambatan sangat dirasakan kelompok pengolah dan pemasar.

“Untuk pengolahan memang perlu ada penanganan khusus sehingga kegiatan pelatihan pengolahan ikan ini memang sangat kami butuhkan,” tukasnya.

Pelatihan yang digelar juga berhasil meraih animo masyarakat. Iin, peserta dari Kabupaten Madiun yang bergerak di bidang perikanan dan olahan ikan lele, berharap pelatihan tak berhenti sampai di sini. Ia berharap pelatihan dilanjutkan hingga usaha para peserta dapat berkembang.

“Ibu-ibu itu biasanya bisa buat olahan makanan, tapi tidak untuk pemasarannya, agak kurang. Jadi kita berharap nanti di Kabupaten Madiun itu ada suatu wadah atau toko atau apapun itu untuk mewadahi olahan ikan sebagai oleh-oleh dari Kabupaten Madiun,” harapnya.

Selain lele, ia juga mengungkapkan keinginan untuk mengembangkan olahan ikan air tawar seperti wader.  Namun menurutnya, pemeliharaan dan pembesarannya cukup sulit sehingga ia berharap ada bimbingan dari dinas terkait.

Adapun Yudha, peserta dari Kota Madiun mengatakan bahwa pelatihan yang digelar telah menambah wawasan mengenai pengolahan produk perikanan. Ke depan, ia berniat untuk mengembangkan olahan lebih beragam mulai dari produk kering, crispy, hingga olahan basah.

Selanjutnya, Yudha berharap diberikan pelatihan bagaimana menghasilkan ikan tambak yang bermutu. Pasalnya, selama menekuni olahan ikan bandeng dirinya menemui kendala yaitu ikan bandeng yang bau tanah.

“Walaupun kita olah dalam bentuk apapun pasti bau tanah sehingga ada keluhan dari customer atau pelanggan kita yang betul-betul membuat kita rugi,” ungkapnya.

“Mungkin para pakar yang membidangi masalah ini dapat memberikan solusi. Mungkin saja terjadi kesalahan dalam penggunaan pupuk atau proses sebelum mulai menaruh benih di tambak,” tandasnya. (wepe)