Kastara.ID, Palembang – Bila ada ungkapan, di balik kesuksesan seorang suami, ada isteri yang hebat di belakangnya. Maka, di balik kesuksesan setiap penyelenggaraan haji, ada orang-orang berdedikasi tinggi yang memberikan pelayanan terbaiknya bagi para tamu Allah (duyufurrahman).

Tiga orang dengan masker berwana hijau menutup hidung dan mulutnya, seksama mengamati sebuah layar monitor yang menempel di tiang besi berwarna hitam. Sebuah kamera menonjol di atas monitor, seperti menatap tajam tak berkedip mengamati pergerakan jemaah haji yang keluar dari lorong garbarata Bandara Internasional Sultan Mahmud Badaruddin II Palembang Sumatera Selatan setelah turun dari pesawat yang membawa mereka dari Tanah Suci.

 

Jemaah haji yang sebagian besar mengenakan batik haji, dengan wajah cerah namun masih tampak keletihan berjalan melewati kamera dan monitor yang terus dipantau cermat ketiga orang petugas tersebut. Mata ketiga petugas tersebut seakan diganjal sebatang korek api pada pelupuk mata atas dan bawahnya agar tetap terbuka, seakan tidak ingin luput bila ada tanda-tanda yang harus mendapat perhatian khusus.

Sesekali salah satu petugas tersebut membalas sapaan jemaah haji yang mengajaknya bersalaman sebagai ungkapan kebahagiaan dan rasa syukur tiba di Tanah Air. “Terima kasih pak, Alhamdulillah,” ujar petugas tersebut menjawab dengan senyum tulus, lalu kembali matanya menatap monitor yang sebagian layarnya didominasi gambar berwarna hitam tipis.

Ketiga petugas dan sejawatnya tersebut seluruhnya mengenakan rompi berwarna kuning dengan huruf Q sebagai perlambang. Mereka berada di sepanjang jalur pergerakan jemaah yang turun dari pesawat menuju bus yang akan membawanya ke asrama haji.

Warna kuning rompi tersebut menjadi identitas yang mudah dikenali di setiap bandara kedatangan haji di seluruh debarkasi. Mereka adalah para petugas dari Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP) Kementerian Kesehatan. Mereka adalah bagian dari ribuan para pelayan tamu Allah yang bertugas dan bekerja siang malam tanpa lelah.

Seluruh jemaah haji yang tiba malam itu, Rabu (4/9) tergabung dalam kelompok terbang (kloter) 19 atau kloter terakhir Debarkasi Palembang, berjalan melewati thermo scanner dengan layar monitor yang terus dipantau petugas berompi kuning tersebut dengan tulisan Healt Quarantine berwarna hitam.

 

Thermo scanner tersebut berfungsi untuk mendeteksi dini atas gejala penyakit menular yang terbawa jemaah sepulangnya dari Tanah Suci. Rahmadi Sularso, petugas Healt Quarantine KKP saat ditemui usai jemaah terakhir melewati thermo scanner menjelaskan, alat ini memantau suhu tubuh secara masal atau bisa langsung banyak.

“Bila suhu tubuh jemaah tersebut terpantau di atas 38 derajat, berarti ada indikasi jemaah tersebut terpapar penyakit menular. Bila ada indikasi, orang tersebut di bawa ke ruang isolasi untuk dilakukan observasi, kita lakukan penanganan sementara. Dan bila ada indikasi, kita rujuk ke rumah sakit,” ujar Rahmadi.

Menurutnya, penyakit menular yang diwaspadai di bawa jemaah adalah MERS CoV dan Meningitis. Ia mengungkapkan, selama 19 hari fase kedatangan jemaah haji debarkasi Palembang, ada satu jemaah yang terindikasi Meningitis, namun hasil pemeriksaan rumah sakit rujukan, jemaah tersebut tidak terindikasi, dan ia sudah pulang ke daerah asalnya. “Gejalanya mirip,” ujar Rahmadi.

Rudi mengatakan, proses thermo scanner dahulu dilakukan di asrama hai, tetapi secara prosedur karantina yang benar dilakukan di bandara.

“Jemaah dinyatakan clear atau bersih dari indikasi penyakit, di sini, di bandara, bukan di asrama haji. Bila status jemaah clear atau aman, tidak ada yang demam dan dinyatakan sehat, selanjutnya  jemaah tersebut ke asrama haji. Kalau di asrama haji, jemaah sudah membaur dengan orang lainnya, jadi sudah ke mana-mana kalau ada yang terdeteksi. Kalau dilakukan di bandara, kita langsung potong atau cegah di sini,” tandasnya.

 

Ditanya pengalaman suka dukanya bertugas selama operasional haji. “Dukanya ngga ada, kita menikmati pekerjaan ini, dan itu sesuai tugas kita untuk melakukan upaya deteksi dini terhadap potensi penyakit menular yang terbawa jemaah. Kita cegah supaya penyakit tersebut tidak masuk ke Tanah Air,” kata Rudy Raymond, seorang petugas Heath Quarantine yang selama 19 hari kedatangan jemaah, ia bersama sejawatnya penuh bertugas di bandara.

Lalu kebahagiaan apa sih yang dirasakan saat menunaikan tugas ini? “Kita senang jemaah kembali dalam kondisi sehat setelah menunaikan rukun Islam yang kelimanya. Kembali dengan kondisi selamat dan sehat itu sudah membuat kita senang dan bahagia, artinya kita sudah memberikan maksimal kepada mereka,” desisnya bangga.

“Apalagi para jemaah tersebut ada yang menyapa dengan senyum dan ramah, dan berucap “terimakasih ya sudah membantu kami”, itu merupakan kebahagiaan tersendiri. Wajah cerah jemaah membuat kita menjadi bangga, rasa lelah kita hilang,” katanya. (put)