Susaningtyas Nefo Handayani Kertopati

Kastara.ID, Jakarta – Ketua Bidang Dakwah dan Ukhuwah Majelis Ulama Indonesia (MUI) KH Muhammad Cholil Nafis membantah pernyataan pengamat intelejen dan militer, Susaningtyas Nefo Kertopati yang menuding bahasa Arab adalah ciri radikalisme dan terorisme. Cholil menyebut pernyataan Susaningtyas ngawur dan tidak berdasar.

Saat memberikan keterangan (8/9), Cholil menyebut tudingan Susaningtyas terkesan islamophobia. Cholil menduga  Susaningtyas tidak memahami bahasa Arab sehingga disangkutkan dengan teroris. Cholil juga menyebut Susaningtyas bukan pengamat tapi penyesat.

Pengasuh Pesantren Cendekia Amanah, Kalimulya, Depok, Jawa Barat ini menjelaskan, penyebaran bahasa Arab di Indonesia diawali dengan sejarah penyebaran agama Islam oleh pedagang Arab. Selain berdagang, mereka juga mengajarkan pengetahuan religius dsn bahasa kepada masyarakat lokal.

Banyak pedagang Arab yang akhirnya menetap dan berasimilasi, baik dalam hal adat istiadat, budaya maupun agama dan bahasa. Mereka pun mengajarkan ilmu dan baca tulis kepada masyarakat, termasuk ilmu agama dan kitab suci yang menggunakan bahasa Arab.

Dosen Pascasarjana Universitas Indonesia (UI) dan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah ini menerangkan, sudah banyak kosakata bahasa Arab yang diserap dalam bahasa Indonesia. Jumlahnya mencapai 2.000 hingga 3.000 kosakata, bahkan diserap secara utuh, baik pengucapan maupun maknanya. Selain itu ada pula yang diserap sebagian. Salah satunya menurut kyai Cholil adalah Majelis Permusyawaratan Rakyat atau MPR.

Itulah sebabnya Kyai Cholil merasa aneh jika ada pihak yang alergi atau bahkan benci terhadap bahasa Arab. Kata pungutan atau serapan bahasa Arab sangat mudah ditemui. Meski kata tersebut diserap melalui beberapa aturan menurut kaedah bahasa Indonesia.

Kyai Cholil juga menyoroti pernyataan Susaningtyas yang menganggap orang yang tak hafal nama-nama partai merupakan ciri teroris. Pernyataan itu menurutnya adalah logika yang kacau. Kyai Cholil menuturkan, jangan-jangan nanti kalau tak kenal nama-nama menteri dikira tak nasionalis.

Sebelumnya pengamat intelejen dan militer  Susaningtyas Nefo Kertopati menuding saat ini banyak sekolah di Indonesia terpapar radikalisme. Hal itu disebabkan banyak sekolah yang mulai berkiblat pada Taliban yang disebut Susaningtyas sebagai organisasi radikal.

Dikutip dari progam Crosscheck yang disiarkan di YouTube (8/9), Susaningtyas menuturkan ciri sekolah yang terpapar radikalisme adalah gurunya mulai berkiblat pada Taliban. Ciri lainnya adalah banyak yang tidak hafal nama-nama partai politik. Di sekolah itu juga tidak lagi memasan foto Presiden dan Wakil Presiden.

Pengamat asal Universitas Pertahanan (Unhan) itu menegaskan, gerakan sekolah yang berkiblat pada Taliban itu tentu harus diwaspadai. Pasalnya sekolah adalah tempat mencetak para pemimpin negeri di masa depan. Sekolah juga tempat untuk mencerdaskan bangsa

Mantan anggota DPR Komisi I ini juga menuding ciri anak muda yang terpapar radikalisme adalah dengan perbanyak belajar bahasa Arab. Susaningtyas mengaku khawatir dengan kondisi tersebut. Meskipun menurut Susaningtyas bukan berarti bahasa Arab selalu beekonotasi negatif. Namun kalau arahnya ke terorisme tentu berbahaya.

Susaningtyas menambahkan, sebenarnya mereka juga ingin berkuasa. Tapi mereka  ingin berkuasa dengan cara mereka sendiri. (ant)