Kastara.id, Jakarta — Anggota Komisi I DPR RI Effendi Simbolon mendesak Dewan Pers mengatur tentang informasi yang masuk melalui Indonesialeaks. Sehingga setiap informasi yang masuk tersebut bisa dipertanggungjawabkan.

“Kalau tidak, maka setiap informasi dari kelompok-kelompok yang berkepentingan dengan target politik atau menjatuhkan seseorang bisa bebas masuk dan diberitakan oleh media,” tegas politisi PDIP itu di Kompleks Parlemen, Senayan Jakarta, Kamis (8/11).

Hal itu disampaikan pada diskusi ‘Menjaga Independensi Media Jelang Pilpres 2019’ bersama Ketua Dewan Pers Yoseph Adi Prasetyo dan pengamat politik Boni Hargens.

Ternyata, lanjut Effendi, kalau Indonesialeaks hanya nama seperti kotak kosong, surat kaleng, dan semacamnya, sehingga kasus pencemaran nama baik Kapolri Tito Karnavian, terbukti tidak bisa diusut secara hukum. “Kalau Kapolri sendiri bertindak, maka akan disebut represif karena sebagai Kapolri,” ujarnya.

Effendi sendiri saat rapat dengan Menkominfo RI Rudiantara mengatakan sudah mengkonfirmasi kasus itu dan ternyata belum ada aturannya.

“Jadi, ini yang perlu diatur oleh Dewan Pers. Bahwa jaman sudah berubah. Jangan sampai kedua UU, yaitu UU Pers dan UU Penyiaran sudah tak berlaku lagi di tengah maraknya media online saat ini,” katanya.

Apalagi, menurut Effendi, pemberitaan Kapolri itu muncul di tahun politik jelang Pilpres 2019. “Artinya, kita harus baca kontekstualnya. Di mana Pak Tito sedang gencar-gencarnya melawan terorisme, radikalisme, HTI, dan sebagainya. Kalau benar, kenapa berita itu tidak diungkap dua atau tiga tahun lalu?” Saya tidak membela Kapolri, ya,”  jelas dia.

Effendi mengingatkan Dewan Pers, saat ini tak perlu aturan yang kaku. Karena setiap orang bisa berfungsi menjadi wartawan. Tidak lagi berkiblat pada media yang dianggap besar, mainstream. “Dewan Pers harus ikut dalam perubahan itu,” ungkapnya.

Sehingga apakah media itu mainstream atau tidak, milik pribadi atau perusahaan, Dewan Pers harus berpegang pada hukum. “Semua yang melanggar hukum, ya hukum harus ditegakkan. Seperti kasus Indonesialeaks itu,” pungkasnya.

Sementara Yoseph mengatakan jika Indonesialeaks tersebut semacam kotak pos, tempat masyarakat menyampaikan pengaduan dan berbagai informasi yang layak untuk diberitakan.

Indonesialeaks sendiri membawahi sepuluh media, yaitu Tempo.co, CNN Indonesia, Independen.id, KBR, Bisnis Indonesia, Suara.com, The Jakarta Post, Sindo Weekly, Jaring, dan Liputan6.com. Sementara itu LBH yang diajak menjadi kolaborator adalah ICW, Change.org, Greenpeace, Auriga, dan LBH Pers.

“Setiap informasi yang masuk sebelum diberitakan tetap dilakukan melalui proses jurnalistik. Misalnya menggali, konfirmasi, dan investigasi akan berita tersebut seusai UU Pers,” katanya. (danu)