Mark Esper

Kastara.ID, Jakarta – Presiden Amerika Serikat Donald Trump dilaporkan sempat hendak memecat Menteri Pertahanan, Mark Esper, pada pekan lalu setelah keduanya berselisih paham soal wacana pengerahan tentara reguler untuk menghadapi aksi demonstrasi kematian George Floyd.

Beberapa pejabat mengatakan Esper bahkan sudah menyiapkan surat pengunduran diri, tetapi ia diyakinkan oleh para stafnya untuk mengurungkan niat tersebut. Pekan lalu Esper menyatakan bahwa pengerahan pasukan reguler untuk membantu penegakan hukum hanya dilakukan sebagai jalan terakhir.

“Pilihan untuk menggunakan pasukan aktif dalam peran penegakan hukum hanya boleh digunakan sebagai pilihan terakhir, dan hanya dalam situasi yang paling mendesak dan mengerikan. Kita tidak berada dalam salah satu situasi itu sekarang. Saya tidak mendukung penerapan Undang-Undang Pemberontakan,” kata Esper kepada wartawan.

Esper merujuk pada UU tahun 1807 yang memungkinkan presiden mengerahkan militer AS untuk meredam kekacauan sipil.

Selain itu, pejabat Kemenhan AS mengatakan ada ketidaknyamanan yang terasa semakin meningkat di Pentagon, bahkan sebelum Trump mengumumkan bahwa ia siap untuk mengerahkan tentara reguler jika para pemimpin daerah gagal melakukan penegakan hukum terhadap para pembuat onar saat unjuk rasa George Floyd.

Ketika gas air mata ditembakkan di udara di Taman Lafayette Square di seberang Gedung Putih, Trump mengumumkan dari Kebun Mawar jika para pemimpin negara bagian atau kota menolak mengambil tindakan yang diperlukan untuk mempertahankan kehidupan dan properti penduduk, maka ia akan menggunakan UU Pemberontakan.

Ancaman itu memicu pergolakan yang belum pernah terjadi sebelumnya dari para mantan pemimpin militer, termasuk eks Menteri Pertahanan James Mattis. (har)