Rugi

Kastara.ID, Jakarta – Rencana pemerintah memungut pajak bahan pokok atau sembako terus menuai sorotam berbagai pihak. Hampir semua menyatakan rencana yang tertuang dalam Revisi Undang-Undang Nomor 6 tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) itu diyakini bakal membuat beban masyarakat semakin berat.

Terlebih saat ini masyarakat tengah kesulitan akibat pandemi Covid-19. Berbagai pihak menyebut kelompok yang paling merasakan dampak pajak sembako itu adalah masyarakat miskin lantaran harga kebutuhan pokok dipastikan bakal semakin mahal.

Politisi Partai Demokrat Andi Arief sangat menyesalkan rencana pemberlakuan pajak pertambahan nilai (PPN) terhadap barang kebutuhan pokok atau sembako. Itulah sebabnya Andi meminta Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati (SMI) mengedepankan rasa empati terhadap rakyat yang tengah mengalami kesulitan ekonomi.

Melalui cuitan diakun twitternya, @AndiArief_ , Ketua Badan Pemenangan Pemilu (Bappilu) Partai Demokrat ini meminta mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia itu ingat dahulu saat masih miskin.

Dalam cuitan yang diunggah pada Jumat (11 /6), Andi menuliskan, “PPN sembako diberlakukan, mohon Ibu SMI ingat waktu miskin. Dulu kan pernah miskin.”

Andi menyebut, jangan mentang-mentang sekarang sudah naik jelas jadi orang kaya, Sri Mulyani melupakan masa lalunya. Menurut Andi, hasil sekolah tinggi-tinggi seharusnya bukan untuk menyengsarakan rakyat.

Seperti diberitakan sebelumnya, pemerintah dikabarkan bakal mengenakan pajak pertambahan nilai (PPN) terhadap bahan pokok atau sembako. Rencana tersebut tertuang dalam Revisi Undang-Undang Nomor 6 tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP). Revisi UU KUP mengatut tentang perluasan obyek pajak. Hal ini sejalan dengan upaya pemerintah menaikkan PPN menjadi 12 persen.

Dalam draf aturan tersebut sembako dihapus dari kelompok jenis barang yang tidak dikenakan PPN. Artinya, sembako atau barang kebutuhan pokok akan dikenakan PPN.

Sebagai informasi PPN adalah pungutan yang dibebankan atas transaksi jual-beli barang dan jasa yang dilakukan oleh badan yang telah menjadi Pengusaha Kena Pajak (PKP). Pihak yang membayar PPN adalah konsumen akhir.

Sebelumnya berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan nomor 116/PMK.010/2017 barang kebutuhan pokok tidak terkana PPN. Barang kebutuhan pokok tersebut adalah beras dan gabah, jagung, sagu, kedelai, garam konsumsi, daging, telur, susu, buah-buahan, ubi-ubian, sayur-sayuran, bumbu-bumbuan, dan gula konsumsi. (ant)