Kastara.id, Jakarta – Ribuan nelayan yang tergabung dalam Aliansi Nelayan Indonesia melakukan unjuk rasa di depan Istana Negara Jakarta, Selasa (11/7). Para nelayan ini menyampaikan kekecewaannya atas pelarangan menggunakan alat tangkap ikan oleh Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP) Susi Pudjiastuti dan minta agar Susi diganti.

Menanggapi atas ribuan nelayan yang melakukan aksi unjuk rasa di depan Istana Negara hari ini, menurut Menteri Susi, demo tersebut adalah hal biasa yang terjadi setiap kali ada isu perombakan kabinet (reshuffle). Hal ini terkait berhembusnya kabar ada isu Presiden Joko Widodo (Jokowi) akan kembali melakukan perombakan (reshuffle) kabinetnya, salah satunya Susi Pudjiastuti yang santer terdengar akan kena reshuffle. “Itu (demo nelayan) adalah regular event setiap kali ada isu reshuffle. Politik menghangat sudah biasa,” kata Susi di Jakarta, Selasa (11/7).

Menteri Susi menuturkan bahwa Presiden Jokowi sudah melarangnya untuk mengurusi masalah cantrang. “Presiden sudah larang saya habiskan energi untuk cantrang. Kita tunggu sampai masa habis berlaku,” ujarnya.

Susi menjelaskan, selama ini sudah banyak program Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) yang memberikan dampak baik bagi nelayan. Namun hal tersebut tidak dihiraukan oleh masyarakat, khususnya nelayan. Ia menyebut salah satu programnya adalah terkait dengan budidaya. Saat pemerintahan Jokowi, ia menaikkan anggaran budidaya dari semula hanya Rp 300 miliar menjadi Rp 1 triliun. Lalu pemerintah juga mengadakan bantuan sistem budidaya dengan memanfaatkan bakteri pembentuk flok (bioflok) di pesantren-pesantren.

Terkait penolakan cantrang sebagai alat menangkap ikan, Susi menegaskan penggunaan cantrang masih diperbolehkan hingga akhir 2017. Tetapi setelah itu sesuai dengan pengakuan para nelayan di depan Presiden akan menggunakan alat tangkap yang lebih ramah lingkungan. “Kan sudah diperpanjang sampai akhir 2017. Mereka waktu itu pengakuan di depan presiden mereka bilang punya purse sein,” kata Susi.

Sementara Wakil Ketua Komisi IV DPR RI Daniel Johan menanggapi aksi tersebut. Kata dia, aksi itu buntut dari belum adanya solusi dari menteri kelautan dan perikanan  terhadap nelayan. Padahal, pihaknya sudah memfasilitasi nelayan untuk berdialog dengan pemerintah. “Sudah hampir tiga tahun kita lakukan, namun belum ada solusi,” ujarnya.

Karenanya, dia berharap agar pemerintah segera melakukan dialog terbuka. “Secepatnya lakukan dialog sebelum rakyat marah, karena urusan perut keluarga mereka terampas tanpa ada jalan keluar,” kata Daniel.

Kebijakan KKP yang melarang penggunaan alat tangkap seperti cantrang, katanya merugikan para nelayan. Kebijakan tersebut katanya membuat nelayan dan perikanan nasional bangkrut. Hal itu akan berdampak pada menipiskan kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah Joko Widodo. “Dalam sejarah Indonesia, baru kali ini ribuan nelayan turun ke jalan. Sebelumnya nelayan tidak pernah aksi. Itu tandanya persoalan sudah sangat serius. Segera cabut demi menjaga kepercayaan rakyat,” ujar Daniel.

Untuk itu, Komisi IV katanya mendorong segera dilakukan dialog dan dibentuk Tim Independen Terpadu yang terdiri dari pemerintah, nelayan, para ahli, dan stakeholder lainnya untuk membedah seluruh kebijakan secara terbuka sesuai fakta dan data lapangan. “Dari tim ini kita hasilkan kebijakan yang mampu membuat nelayan dan perikanan nasional jaya, bukannya hancur lebur seperti saat ini,” katanya.

Koordinasi Lapangan Aliansi Nelayan Indonesia Rusdianto Samawa mengemukakan aksi unjuk rasa ini merupakan bentuk keprihatinan terhadap berbagai kebijakan Menteri Susi, seperti larangan penggunaan cantrang, pembudidaya ikan kerapu yang dihambat penjualannya, industri perikanan kolaps karena tiadanya pasokan bahan baku ikan, dan publikasi data sistem pemantauan kapal (VMS) kepada konsorsium Google.

Nelayan menilai Menteri Susi tak pernah mau berdialog dan bermusyawarah sehingga tak pernah ada solusi dari setiap kebijakannya. Mereka meminta Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla bersikap. (mar)