Jamiluddin Ritonga

Kastara.ID, Jakarta – Opsi penundaan Pilkada serentak pada 9 Desember 2020 mendatang seyogyanya tetap terbuka mengingat terus bertambahnya rakyat Indonesia yang terpapar Covid-19. Hal itu disampaikan Pakar Komunikasi Politik Universitas Esa Unggul M. Jamiluddin Ritonga, Jumat (11/9).

Menurutnya, peluang penundaan pilkada diatur dalam UU No. 6 tahun 2020 tentang Pilkada. “Pasal 122 A menyatakan, penetapan penundaan Pilkada serentak dilakukan atas persetujuan bersama antara KPU, pemerintah, dan DPR RI,” paparnya.

Jamiluddin menerangkan, payung hukumnya jelas dan ada ruang untuk penundaan pilkada. Bolanya ada di KPU, Pemerintah, dan DPR RI. “Apakah mau menunda atau tidak,” tandasnya.

KPU, Pemerintah, dan DPR RI sebaiknya memberi tenggat waktu kapan akan diputuskan pilkada tetap dilaksanakan atau ditunda. “Hemat saya, akhir Oktober 2020 dapat dijadikan tenggat waktu apakah pilkada ditunda atau tetap dilaksanakan pada 9 Desember 2020,” imbuhnya.

Menurutnya, dasar keputusan nanti tergantung pada perkembangan pandemi Covid-19. “Kalau yang terpapar Covid-19 masih seperti saat ini, terutama di daerah yang akan melaksanakan pilkada masih zona merah, tentu secara objektif pilkada seharusnya ditunda,” katanya.

Ditambahkannya, ada dua opsi mengenai kelanjutan Pilkada serentak ini. “Pertama, kalau di wilayah pelaksanaan pilkada sudah masuk zona hijau. Dengan demikian, wilayah tersebut memang sudah aman dilaksanakan pilkada,” jelasnya.

“Kedua, hingga vaksin Covid-19 sudah dapat digunakan. Menurut informasi, awal 2021 vaksin Covid-19 sudah dapat digunakan. Kalau vaksin ini sudah diberikan kepada masyarakat, tentu sudah aman dilaksanakan pilkada,” tambahnya.

Jamiluddin merinci bahwa dua pilihan itu dilakukan semata untuk menyelamatkan nyawa anak bangsa. “Untuk apa dilaksanakan pilkada, kalau hal itu dapat membuat cluster baru Covid-19,” cetusnya.

“Pemimpin yang bijak, tentu mendahulukan keselamatan rakyatnya, bukan mementingkan kepentingan partai politik dan pemerintah,” terangnya. (rar)