Jamiluddin Ritonga

Kastara.ID, Jakarta – Menteri yang berkinerja rendah, pembuat gaduh, dan yang memanfatkan jabatan untuk meningkatkan elektabilitas, layak di-reshuffle.

“Menteri yang berkinerja rendah sebenarnya banyak. Di antaranya Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah, Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny Gerard Plate, Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Tjahjo Kumolo, dan Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin,” ujar M Jamiluddin Ritonga, membuka perbincangannya dengan Kastara.ID, Kamis (11/11) siang.

Pengamat Politik Komunikasi dari Universitas Esa Unggul Jakarta ini menilik sosok mulai dari Ida Fauziyah yang menurutnya tidak ada solusi yang mumpuni dalam mengatasi tingginya pengangguran di Indonesia akibat dampak pandemi Covid-19. Para pengangguran terus bertambah akibat tidak seimbangannya permintaan dengan lowongan kerja yang tersedia.

“Budi Gunadi Sadikin juga tidak cukup menonjol dalam penanganan Covid-19. Sebagai Menteri Kesehatan, seharusnya ia yang terdepan dalam penanganan pandemi Covid-19. Nyatanya, peran itu justru diambil Luhut Binsar Pandjaitan, Airlangga Hartarto, dan Satgas Covid-19,” ungkap pengamat yang kerap disapa Jamil ini.

Tjahjo Kumolo juga disebutnya adem-adem ayem. Tidak ada gebrakan monumental terkait reformasi birokrasi. Bahkan gaung revolusi mental sudah tidak terdengar.

Johnny Gerard Plate juga tidak berbuat banyak dalam membenahi bidang komunikasi, khususnya sistem komunikasi Indonesia belum ada. Sungguh mengerikan, negara seluas ini tidak mempunyai sistem komunikasi Indonesia.

“Selain itu, komunikasi publik yang buruk selama pandemi Covid-19 seharusnya menjadi tanggung jawab Johnny Gerard Plate. Namun peran itu tidak pernah diambil over, sehingga masalah komunikasi publik tetap dipegang Satgas Covid-19 dan Kementerian Kesehatan,” imbuh Jamil.

Syahrul Yasin Limpo sampai sekarang juga belum dapat mewujudkan kemandirian pangan. Impor pangan justru terus meningkat. Padahal salah satu target Presiden Joko Widodo adalah terwujudnya kemandirian pangan.

Menurut pengamat yang juga mantan Dekan FIKOM IISIP Jakarta ini, menteri yang membuat gaduh juga layak di-reshuffle. Di antaranya Menteri BUMN Erick Thohir, Menko Bidang Maritim dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan, Menteri Sosial Tri Rismaharini, dan Kepala Staf Presiden Moeldoko. Mereka ini justru menambah beban presiden akibat tindakannya yang membuat gaduh.

“Menteri yang memanfaatkan jabatannya untuk meningkatkan popularitas dan elektabilitas juga layak di-reshuffle. Sebab, sangat sulit memisahkan jabatan sebagai menteri dan calon presiden saat berkomunikasi dengan rakyat,” tandas Jamil yang juga penulis buku Riset Kehumasan ini.

Jamil juga menyoroti menteri yang memang ingin mencalonkan diri pada Pilpres 2024 sebaiknya di-reshuffle. Sebab konsentrasi sudah pasti akan terbagi sebagai menteri dan sebagai calon presiden. Padahal sumpahnya hanya berkaitan dengan tugas dan fungsi sebagai menteri.

Semua menteri tersebut layak di-reshuffle. Hanya saja, bila dilakukan reshuffle seyogyanya bukan sekadar pemerataan pembagian jabatan. Kalau ini yang dilakukan, tentu tidak ada gunanya reshuffle.

“Jadi, reshuffle haruslah diisi oleh orang yang memang mumpuni, kredibel, dan punya sense of crisis. Mereka inilah yang dapat meningkatkan kinerja Kabinet Indonesia Maju,” pungkasnya. (dwi)