Beka Ulung Hapsara

Kastara.ID, Jakarta – Komisi Nasional Perlindungan Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) meminta agar Wali Kota Depok Mohammad Idris membatalkan imbauan razia kelompok Lesbian, Gay, Biseksual, dan Transgender (LGBT) dan pembentukan crisis center khusus korban terdampak LGBT di Kota Depok.

Hal tersebut disampaikan oleh Koordinator Subkomisi Pemajuan HAM Komnas HAM Beka Ulung Hapsara, sebab dinilai upaya tersebut sebagai tindakan diskriminatif.

“Komnas HAM RI meminta Pemerintah Kota Depok untuk membatalkan imbauan tersebut,” ujar Beka dalam keterangan tertulis, Senin (13/1).

Beka menuturkan imbauan yang disampaikan oleh Idris bertentangan dengan dasar negara Republik Indonesia, yakni UUD 1945. Sebab dalam pasal UUD 1945 Pasal 28G (1) setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda yang dibawa kekuasaannya, serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi.

Selain itu, Beka menyebut pasal 28I (2) UUD 1945 menyatakan secara eksplisit setiap orang berhak bebas atas perlakuan yang bersifat diskriminatif atas dasar apapun dan berhak mendapatkan perlindungan terhadap perlakuan yang bersifat diskriminatif.

Imbauan Idris terhadap LGBT dinilai telah mencederai Kovenan Internasional Hak Sipil dan Politik Pasal 17 yang menyatakan tidak boleh seorang pun dapat secara sewenang-wenang atau secara tidak sah dicampuri masalah-masalah pribadinya, keluarganya, rumah atau hubungan surat-menyuratnya, atau secara tidak sah diserang kehormatan dan nama baiknya. Apalagi pada 17 Oktober 2019, Indonesia terpilih menjadi Anggota Dewan HAM PBB untuk periode 2020-2022.

Secara formal, Komnas HAM telah melayangkan surat kepada Wali Kota Depok untuk meminta pembatalan kebijakan serta permintaan perlindungan bagi kelompok minoritas orientasi seksual dan identitas gender tersebut.

Lebih dari itu, Komnas HAM juga telah meminta Presiden Joko Widodo melalui Kementerian Dalam Negeri dan Kementerian Kooordinator Politik, Hukum dan Keamanan untuk meningkatkan kualitas pemerintahan daerah. (dwi)