Jamiluddin Ritonga

Kastara.ID, Jakarta – Kepala Staf Presiden Moeldoko mengingatkan semua pihak agar tak menjadi lalat-lalat politik yang mengganggu konsentrasi pemerintah menangani pandemi Covid-19.

“Stigma negatif itu tidak selayaknya keluar dari Moeldoko. Sebab, ada kesan pihak-pihak yang mengkritik kebijakan penanganan Covid-19 dinilai sebagai pengganggu,” papar Pengamat Komunikasi Politik Universitas Esa Unggul Jakarta M Jamiluddin Ritonga kepada Kastara.ID, Selasa (13/7) pagi.

Padahal kritik itu bagian dari kebebasan berpendapat yang dijamin konstitusi. Karena itu, sangat naif bila para pengkritik diberi stigma lalat politik.

Menurut Jamil, penilaian semacam itu mengindikasikan Moeldoko tampaknya sosok yang belum siap hidup di negara demokrasi. Moeldoko tidak siap dengan berisiknya alam demokrasi akibat perbedaan pendapat di antara sesama anak bangsa.

“Ketidaksiapan itu makin terlihat ketika Moeldoko menyatakan pemerintah tidak anti kritik, tapi kritiklah yang ada solusinya. Ungkapan seperti ini sangat lazim di negara otoriter, seperti yang sering ditemui di era Orba,” jelas mantan Dekan FIKOM IISIP Jakarra ini.

Di era Orba, pemerintah selalu mengatakan silakan kritik tapi yang konstruktif. Kritik semacam ini sama saja kritik yang meminta solusi.

Padahal, lanjut Jamil, tidak ada aturan formal yang meminta kritik harus diiringi solusi. Setiap warga negara berhak menyampaikan kritik kepada eksekutif, legislatif, yudikatif, maupun sesama warga negara.

“Jadi, Moeldoko tampaknya belum siap hidup di negara demokrasi. Baginya kritik itu seolah lalat yang mengganggu kekuasaan. Pola pikir ini seharusnya tak lagi melekat bagi siapa saja yang hidup di negara demokrasi,” tandas Jamil. (dwi)