Evita Nursanty

Kastara.ID, Jakarta – Anggota Komisi I DPR RI Evita Nursanty menilai RUU Keamanan dan Ketahanan Siber (KKS) masih perlu pendalaman yang komprehensif, karena RUU ini sangat penting sebagai payung hukum bagi institusi TNI, Polri, Kejagung, BIN, BNPT, Kominfo RI, Kemenlu RI, dan lain-lain yang masing-masing mempunyai siber.

“Pentingnya RUU KKS ini agar menjadi payung bagi seluruh instansi negara, maka perlu pendalaman dan melibatkan seluruh pemagang kebijakan. Selain agar tak terjadi tumpang-tindih, juga menjadi payung bagi institusi terkait saat ada ancaman siber di Indonesia,” demikian Evita.

Hal itu disampaikan Evita Nursanty dalam forum legislasi dengan tema “Progres Percepatan Pengesahan RUU Keamanan dan Ketahana Siber (KKS)? bersama Ketua Lembaga Riset Keamanan Cyber & Komunikasi CISSReC, Pratama Persadha, di Kompleks Parlemen, Senayan Jakarta, Selasa (13/8).

Seperti kasus pemadaman listrik pada Ahad (4/8) lalu, apakah peristiwa yang diikuti pemutusan jariangan Telkom itu, ada serangan siber atau tidak, tak ada yang tahu. “Tragisnya lagi, siapa yang harus berada di depan untuk menghadapi kasus itu jika ada serangan siber? Apalagi, kini ada alat elektromagnetic, benda kecil yang bisa mematikan seluruh jaringan listrik,” katanya.

Karena itu lanjut Evita, dalam RUU KKS ini harus diatur siapa yang paling bertanggung jawab ketika ada serangan siber tersebut. Bahkan TV ikut mati, sehingga tidak bisa mengikuti perkembangan berita nasional maupun internasional. “Apakah TV juga tak punya genset untuk listrik?” tanya Evita.

Perang siber ini sangat membahayakan dan mengancam negara. Perang siber ini dilakukan tanpa harus deklarasi, tapi secara diam-diam bisa menghancurkan negara lain. Seperti Georgia oleh Rusia, listrik Rusia diserang siber Amerika, Iran–AS saling perang siber, fintech (transaksi teknologi keuangan/TM), yang bisa menguras keuangan negara, dan lain-lain.

“Kalau dengan terorisme lahir BNPT, Narkotika lahir BNN, cyber muncul Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN), maka RUU KKS yang terdiri dari 24 pasal ini harus ada badan yang paling bertanggung jawab ketika ada serangan siber tersebut. Apakah BIN, TNI, Kepolisian, dan lain-lain,” pungkasnya.

Pratama sependapat jika RUU KKS ini masih perlu pembahasan yang mendalam agar RUU ini mampu menjadi payung hukum seluruh kejahatan siber termasuk media sosial di dalam maupun luar negeri. “Bayangkan seorang anak bisa mengoordinasikan 17 ribu anak dalam kejahatan pornografi, dan perlu kerja sama internasional,” katanya. (danu)