Kastara.id, Jakarta – Indonesia dan Swiss akan membangun kerja sama lebih intensif untuk pengembangan pendidikan vokasi industri yang nantinya dituangkan dalam bentuk nota kesepahaman tentang penerapan Dual Vocational Education and Training (D-VET) system atau model pendidikan kejuruan yang memadukan antara teori dengan praktik lapangan sehingga lulusannya siap ditempatkan di dunia kerja.

Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto menyampaikan, kedua pihak perlu mencari common interest utamanya yang terkait dengan kerja sama yang menjadi faktor pendorong, misalnya di dalam mengembangkan kemampuan ekspor, value chain di bidang manufaktur, dan pendidikan vokasi.

Terkait pendidikan vokasi industri, Menperin menegaskan, pihaknya melalui Pusdiklat Industri dan State Secretariate of Economic Affairs of Switzerland (SECO) sepakat melakukan pengembangan pendidikan vokasi industri di Indonesia, termasuk rencana pembentukan 8 politeknik atau akademi komunitas industri baru hingga tahun 2019. “Kami telah menyiapkan concept note dan Project Document untuk diajukan kepada SECO, sebagai syarat awal kerja sama tersebut,” katanya dalam keterangan di Jakarta, Jumat (14/7).

Sebelumnya, Airlangga telah mengajak sejumlah pimpinan perusahaan asal Swiss untuk meningkatkan investasi di Indonesia sekaligus bermitra dengan para pengusaha dalam negeri. Hingga saat ini, industri Swiss yang telah ada di Indonesia antara lain sektor farmasi dan kosmetika, olahan susu, makanan dan minuman, serta permesinan.

Beberapa perusahaan Swiss yang berminat ekspansi, di antaranya PT Nestle Indonesia, PT SGS Indonesia, PT Endress+Hauser Indonesia, PT Givaudan, PT Sandmaster Asia Indonesia, PT Roche Indonesia, PT Novartis Indonesia, dan PT Syngenta Indonesia.

Sebanyak 150 perusahaan Swiss telah beroperasi di Indonesia dengan menyerap tenaga kerja mencapai 60.000 orang. Berdasarkan data Kemenperin, dalam empat tahun terakhir, investasi Swiss di Indonesia telah mencapai USD 4,5 miliar.

Sementara itu pada tahun 2015, nilai perdagangan Indonesia-Swiss sebesar USD 1,7 miliar atau meningkat tajam sebanyak 124 persen jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Sedangkan, kinerja ekspor Indonesia ke Swiss sebesar USD 1,07 miliar dan impor Indonesia dari Swiss sekitar USD 0,63 miliar.

“Indonesia belajar dari Swiss untuk mengkombinasikan training dengan edukasi, sehingga menjadi dual system,” kata Dirjen Ketahanan dan Pengembangan Akses Industri Internasional (KPAII) Harjanto usai mendampingi Menteri Perindustrian RI Airlangga Hartarto dalam pertemuan dengan Menteri Ekonomi, Pendidikan dan Riset Swiss Johann N. Schneider – Ammann beserta delegasinya.

Menurut Harjanto, Swiss merupakan negara yang cukup lama menerapkan D-VET system dan telah membuktikan sebagai negara dengan tingkat pengangguran pekerja muda yang rendah dan mencapai produktivitas yang tinggi.

Hal ini dibuktikan berdasarkan The Global Competitiveness Index 2016-2017 Rankings (World Economic Forum), Swiss mampu menempati posisi puncak selama beberapa tahun terakhir, sedangkan Indonesia menduduki peringkat ke-41 dari 138 negara.

Saat ini menurutnya, Kemenperin gencar membangun pendidikan vokasi yang memiliki konsep link and match antara pelaku industri dengan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK). Pada peluncuran tahap perdana, Kemenperin melibatkan sebanyak 50 perusahaan dan 234 SMK di Jawa Timur untuk menandatangani perjanjian kerja sama dalam upaya menjalankan program pendidikan vokasi industri.

Peluncuran kedua, Kemenperin mampu menggandeng sebanyak 117 perusahaan dan 389 SMK untuk wilayah Jawa Tengah dan D.I. Yogyakarta. “Kami akan meluncurkan kembali program tersebut untuk wilayah DKI Jakarta dan Jawa Barat. Secara bertahap, juga nanti ke wilayah Banten, Sumatera, dan beberapa wilayah lainnya di Indonesia,” ujar Harjanto.

Pada periode 2017-2019, Kemenperin merancang sejumlah kegiatan untuk menyiapkan tenaga kerja industri tersertifikasi lebih dari satu juta orang. Selain melalui pembinaan dan pengembangan SMK yang link and match dengan industri, juga dilaksanakan Diklat 3in1 (pelatihan-sertifikasi-penempatan kerja), pemagangan industri, serta sertifikasi kompetensi.

Implementasi program-program ini dikolaborasikan dengan para pemangku kepentingan seperti Kadin, Kemendikbud, Kemenristekdikti, dan Kemenaker. Selain berdiskusi mengenai pendidikan vokasi industri, pertemuan kedua belah pihak juga membahas perkembangan perundingan Indonesia-European Free Trade Association – Comprehensive Economic Partnership Agreement (IE-CEPA). “Hingga saat ini sudah mencapai perundingan ke-13, yang diharapkan agreement bisa dicapai sebelum perundingan ke-17,” kata Harjanto.

Dalam isu trade in goods di IE-CEPA, Menperin menyampaikan, Indonesia meminta pengecualian pengenaan price compensation measures (cukai tambahan) yang cukup tinggi untuk produk-produk makanan. Isu lainnya, Indonesia akan memberikan regulasi yang lebih fleksibel terkait ketentuan lisensi wajib untuk mengakomodir keinginan EFTA. Sementara itu, dalam isu cooperation and capacity building, Indonesia menginginkan agar kerja sama ini dapat memberikan manfaat bagi kedua belah pihak. (mar)