Warung Tradisional

Kastara.ID, Jakarta – Menteri Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (Menkop & UKM) Teten Masduki mengemukakan, warung sebagai penggerak ekonomi di lapisan bawah masyarakat, tumbuh dengan pesat. Data BPS menunjukkan kini ada 3,5 juta warung dibanding 2015 yang masih 1.868.217 warung.

“Ini bisa terjadi karena ketika sektor formal tak mampu menyerap tenaga kerja, maka membuka warung menjadi salah satu pilihan paling mudah,” kata Teten usai meresmikan Gebyar 10.000 Warung yang diinisiasi komunitas Sahabat Ekonomi Rakyat (SAHARA) dan Induk Koperasi Wanita Indonesia (INKOWAPI), di Lapangan Banteng, Jakarta, Sabtu (14/12) sore.

Menkop dan UKM menjelaskan, di samping banyak keterbatasan, warung sebenarnya punya keunggulan misalnya bisa buka 24 jam, atau bisa menjual produk UMKM di sekitar warung. “Kelebihan-kelebihan ini yang harus dijadikan unsur pembeda sehingga warung tersebut bisa survive,” kata Teten.

Namun lanjut Menteri Teten, banyak juga warung tutup karena tak mampu bersaing oleh berbagai sebab misalnya tak mampu bersaing dengan ritel modern. Ia mengingatkan tantangan warung tradisional tidak hanya aspek modernisasi saja, namun juga harus mampu beradaptasi dengan perkembangan zaman dan memasuki era revolusi industri 4.0 di mana warung tradisional juga perlu menerapkan digitalisasi.

“Jika tantangan-tantangan ini bisa dilewati maka warung-warung tradisional ini bisa berkembang dan naik kelas, misalnya tenaga kerjanya bertambah atau omsetnya naik,” ujar Teten.

Bagaimanapun, lanjut Menkop dan UKM Teten Masduki, warung tradisional tidak bisa berkutat di lapisan paling bawah saja atau di level mikro. Pasalnya hal ini bisa membahayakan, karena usaha mikro akan makin bertumpuk di level paling bawah, dan struktur ekonomi menjadi tidak sehat. “Harus ada warung- warung tradisional yang naik kelas dan mengisi level usaha kecil maupun menengah,” tegas Teten.

Di tengah ekonomi lesu yang diprediksi bakal berlangsung hingga tahun depan, Menkop dan UKM mengingatkan, penguatan jejaring ekonomi masyarakat menjadi penting, terutama dalam menjamin daya beli masyarakat dan tenaga kerja, salah satunya dari keberadaan warung. “Warung-warung yang ada saat ini, bisa menjadi jaringan distribusi pangan dari Bulog misalnya, sehingga efektif dalam menjaga inflasi bahan pokok,” kata Teten.

Pemerintah pun, lanjut Teten, akan mengantisipasi masalah pembiayaan yang selama ini menjadi kendala UMKM. Ia menyampaikan, pemerintah sudah menyiapkan skim pembiayaan di tiap level. Misalnya warung di level mikro sudah banyak disediakan pembiayaan mikro seperti Mekaar dan UlaaM, dari Permodalan Nasional Madani (PNM), lalu dari PIP (Pusat Investasi Pemerintah) ada pembiayaan Ultra Mikro (UMi).

“Selain itu juga ada KUR 2020 dengan bunga 6 persen dan plafon terendah tanpa agunan Rp 50 juta. Juga ada BLU yang sebanyak total Rp 30 triliun di beberapa Kementerian, termasuk di kami ada LPDB (Lembaga Pengelola Dana Bergulir) akan membantu pembiayaan bagi usaha mikro termasuk warung,” sebutnya.

Selain pembiayaan, Kementerian akan mencoba membantu lewat aplikasi. “Saat ini juga sudah banyak perusahaan e-commerce yang punya ide aplikasi yang memungkinkan warung punya suplai bahan dari pabrik sehingga dari segi harga bisa bersaing,” ungkap Teten.

Sebelumnya Ketua Panitia sekaligus CEO SAHARA Farah Savira mengatakan, dengan mengusung tema Perkuatan Keagenan dan Permodalan, Gebyar 10 ribu Warung ni diharapkan bisa menjadi ajang silahturahmi bagi warung-warung SAHARA yang tersebar di Wilayah Jabodetabek dan juga beberapa kota di Jawa, seperti Brebes dan Rembang.

“Dalam waktu satu dekade terakhir, perkembangan komunitas SAHARA cukup siginifikan. Hingga kini kami mampu membina 10 ribu warung,” imbuhnya.

Acara Gebyar 10 ribu Warung itu juga dihadiri oleh Ketua Umum KADIN Indonesia Rosan P Roeslani, pendiri SAHARA Sharmila Yahya, perwakilan BNI, dan pemilik warung mitra SAHARA se Jabodetabek. Komunitas SAHARA memang selalu menyelenggarakan bazaar rutin setiap tiga bulan sekali dalam menjemput pelanggan untuk datang ke warung. (mar)