Penyelesaian Penguasaan Tanah dalam Kawasan Hutan
Kastara.id, Jakarta – Pemerintah telah menetapkan program Penyelesaian Penguasaan Tanah dalam Kawasan Hutan (PPTKH), sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari program strategis nasional Reforma Agraria. Melalui PPTKH, pemerintah melakukan redistribusi lahan, sekaligus memberikan hak kepemilikan tanah dan atau akses pengelolaan atas kawasan hutan negara kepada masyarakat, melalui skema Perhutanan Sosial.
”PPTKH menjadi salah satu sumber Tanah Obyek Agraria dari kawasan hutan negara. Selain itu, dengan adanya PPTKH pada lokasi percontohan dapat mempercepat penyelesaian Tanah dalam kawasan hutan,” ujar Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution saat membuka Workshop bertajuk “Penyelesaian Penguasaan Tanah Dalam Kawasan Hutan Pada Lokasi Percontohan, di Jakarta, Kamis (15/11).
Lokasi percontohan PPTKH saat ini telah ditentukan pada sejumlah kawasan unggulan, yakni Kabupaten Berau, Kabupaten Pelalawan, Kabupaten Muara Enim, Kabupaten Sijunjung, dan Kabupaten Sigi, serta Hutan Taman Nasional Tesso Nilo.
Hasil percontohan, tambah Darmin, akan mempercepat penyelesaian penguasaan tanah, sekaligus menjadi bagian dari pelaksanaan Reforma Agraria, baik Tanah Obyek Reforma Agraria (TORA) maupun Perhutanan Sosial.
Terdapat empat kriteria penggunaan tanah yang dapat diproses dalam PPTKH, yang pertama yaitu pemukiman. “Pemukiman merupakan bagian di dalam kawasan hutan yang dimanfaatkan sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian dan tempat kegiatan yang mendukung penghidupan masyarakat serta masyarakat adat,” kata Menko Darmin.
Kemudian, fasilitas umum dan fasilitas sosial. Fasilitas tersebut berada di dalam kawasan hutan yang digunakan oleh masyarakat untuk kepentingan umum.
Selanjutnya, lahan garapan. “Lahan garapan merupakan bidang tanah di dalam kawasan hutan yang dikerjakan dan dimanfaatkan oleh seseorang atau sekelompok orang yang dapat berupa sawah, ladang, kebun campuran, tambak dan/atau pertanian lahan kering,” tutur Menko Darmin.
Kriteria yang terakhir atau yang keempat adalah hutan yang dikelola oleh masyarakat hukum adat yang ditetapkan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
Di samping itu, PPTKH memiliki prinsip-prinsip, di antaranya:
  • Hutan konservasi mutlak dipertahankan karena fungsinya sebagai pengawetan keanekaragaman.
  • Luas hutan lindung harus dipertahankan selama kondisinya sesuai dengan kriteria lindung.
  • Luas hutan produksi yang berada di provinsi dengan luas hutan kurang dari 30% harus tetap dipertahankan.
  • Luas hutan produksi dapat dikurangi sepanjang kondisinya sudah berupa pemukiman atau lahan garapan yang sudah dikuasai lebih dari 20 tahun; dan/atau keberadaan lahan garapan diakui dengan memberikan kepastian hak milik bagi yang menguasai lebih dari 20 tahun, dan memberikan hak pengelolaan bagi yang menguasai kurang dari 20 tahun.
Workshop yang diselenggarakan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutananan ini berlangsung selama dua hari, sejak15 hingga 16 November 2018. Turut hadir pula Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya, Kepala Balai Pemantapan Kawasan Hutan pada enam PPTKH lokasi percontohan, perwakilan Pemerintah Daerah terkait, serta pelaku usaha. (put)