Kastara.ID, Jakarta – Gibran Rakabuming Raka dan Kaesang Pangarep menghampiri, lalu sungkem dan salim kepada Megawati Soekarnoputri pada acara pengambilan nomor urut capres-cawapres di Komisi Pemilihan Umum (KPU).

“Momen itu tampaknya dimanfaatkan dengan baik oleh Gibran dan Kaesang untuk menunjukkan ke publik bahwa mereka tidak ada masalah dengan Megawati. Pemberitaan yang selama ini menyudutkan mereka berdua ingin dibersihkan melalui sungkem dan salim,” ungkap Pengamat Komunikasi Politik M Jamiluddin Ritonga kepada Kastara.ID, Rabu (15/11) siang.

Menurutnya, keduanya, khususnya Gibran, ingin menunjukkan tetap hormat kepada Megawati meskipun saat ini tidak bersama PDI Perjuangan (PDIP) dalam urusan Pilpres. Sebagai sosok yang lebih mudah, keduanya tetap menghormati Megawati meskipun mereka berbeda pilihan politik.

“Cara itu tampaknya ingin menyangkal bahwa tidak benar mereka abai pada etika politik. Mereka ingin menunjukkan, meskipun mudah tetap menjunjung tinggi etika dan moral dalam berpolitik,” imbuh Jamil.

Gibran dan Kaesang ingin mengatakan kepada para pengkritiknya, mereka berdua sangat menjaga etika. Penangkalan (counter) ini sekaligus ingin mengatakan bahwa para pengritik telah keliru menudingnya seperti itu.

“Bisa jadi, perilaku sungkem dan salim itu diarahkan oleh Joko Widodo atau konsultan politiknya. Momen tersebut digunakan untuk memulihkan reputasi Gibran dan Kaesang,” tandas pengamat dari Universitas Esa Unggul Jakarta ini.

Menurut Jamil, pendekatan komunikasi politik yang indirect semacam itu kerap kali pas digunakan di Indonesia. Sebab, pendekatan komunikasi seperti itu pas dengan budaya Indonesia.

Jadi, lanjut Jamil, komunikasi politik yang dilakukan Gibran dan Kaesang dimaksudkan untuk memulihkan reputasi mereka yang dinilai abai etika politik. Hanya dengan sungkem dan salim diharapkan penilaian itu dapat diminimalkan.

“Mengembalikan reputasi tentu tidak semudah itu. Perlu waktu yang lama dengan sikap dan perilaku yang konsisten. Semua itu dikomunikasikan dengan frekuensi dan intensitas yang tinggi agar publik yakin Gibran dan Kaesang memang menjunjung tinggi etika politik,” jelas Jamil. (dwi)