Star Alliance

Kastara.ID, Jakarta – Pandemi corona menyebabkan industri penerbangan dunia babak belur. Pasalnya, merujuk pada hasil penelitian perusahaan konsultan raksasa menyebut lebih dari 50 persen maskapai di dunia terancam gulung tikar dalam dua bulan ke depan jika tidak ada aksi penyelamatan.

Sejak awal 2020, nilai pasar maskapai dunia mulai rontok menyusul penyebaran virus corona, bahkan sebagian besar sahamnya anjlok melebihi 50 persen.

“Sebagai dampak dari larangan terbang beberapa pemerintah dunia, berbagai maskapai mungkin telah menuju kebangkrutan teknis, atau setidaknya kesulitan membayar utang,” jelas Pusat Penerbangan CAPA yang berbasis di Australia.

Sejumlah analis Wall Street menyebut penurunan yang terjadi melebihi kemerosotan akibat serangan 9/11 pada 2001 lalu. Per Senin (16/3) pagi, lebih dari 169 ribu orang di seluruh dunia dinyatakan terinfeksi virus corona, 3774 kasus di antaranya terjadi di AS.

Dalam riset serupa kepada klien, Analis Cowen menilai jika pemesanan maskapai tak membaik dalam 3 bulan ke depan, kebangkrutan maskapai AS tak terelakkan.

Sementara Menteri Keuangan AS Steven Mnuchin menyatakan perusahaan maskapai merupakan prioritas utama dalam pertimbangan stimulus ekonomi. Salah satu stimulus yang disiapkan Gedung Putih yaitu pemangkasan pajak gaji.

“Hasil yang tak terstruktur dan nasionalistis tak akan bertahan. Tampaknya maskapai terbesar yang akan menerima bantuan terbesar dari pemerintah. Sistem akan didasari nasionalisme dan bukan yang dibutuhkan di abad ke 21,” jelas CAPA.

CAPA mengusulkan maskapai raksasa untuk berdialog dengan asosiasi penerbangan untuk membangun abad ke 21 yang memenuhi kebutuhan ekonomi dan sosial dunia.

Tiga aliansi maskapai global terbesar, yakni Oneworld, SkyTeam, dan Star Alliance, mendesak pemerintah untuk mengevaluasi semua cara yang memungkinkan guna membantu industri ini. Ketiganya mewakili lebih dari 58 maskapai terkemuka di dunia. Bahkan, beberapa maskapai di Eropa telah mengeluarkan permohonan bantuan yang mendesak.

Lebih lanjut, maskapai berbiaya rendah terbesar di Eropa, Ryanair (RYAAY) mengatakan mereka akan melakukan grounded pada sebagian besar armadanya selama 7 hingga 10 hari ke depan. Saat ini, mereka mengurangi kapasitas kursi sebesar 80 persen untuk periode April dan Mei. Perseroan juga harus membayar biaya parkir dari total 470 pesawat.

Sementara itu, maskapai Lufthansa (DLAKY) perseroan tengah berdiskusi dengan pemerintah terkait dukungan jika diperlukan. Perseroan sendiri memiliki maskapai nasional di Jerman, Swiss, Austria, dan Belgia. Salah satu anak perusahaan, Austrian Airlines, menangguhkan sementara semua penerbangan mulai 19 Maret.

Tak hanya maskapai, kondisi ini juga membuat buruh pada industri penerbangan berteriak. Serikat buruh di berbagai negara meminta pemerintah untuk turun tangan.

Serikat pilot United membuat sebuah seruan untuk bertindak yang isinya meminta pemerintah AS membantu industri. Data Departemen Tenaga Kerja menyebut terdapat kurang lebih 460.000 ribu pekerjaan di industri penerbangan AS.

Sementara serikat pilot Inggris mengatakan tanpa dukungan pemerintah yang signifikan sekarang mungkin tidak ada industri penerbangan Inggris yang tersisa. Mereka meminta Perdana Menteri Inggris Boris Johnson untuk menerapkan paket keuangan komprehensif yang mendesak untuk membayar gaji pekerja. Buruh juga mendesak pemerintah memberikan pinjaman kepada maskapai dan pengelola bandara. (har)