Meski demikian, gangguan kesehatan pada manusia disebabkan oleh multi faktor yang masing-masing berperan dan saling mempengaruhi. Menurutnya, seseorang yang menjadi sakit dipengaruhi oleh faktor Manusia (Host), Lingkungan (Environment) dan Agent (seperti bakteri/virus/jamur dan lain-lainnya) sehingga polusi udara bukanlah penyebab tunggal yang berdampak terhadap gangguan kesehatan masyarakat di Jakarta.

Ani mengungkapkan, penyakit yang ditimbulkan karena polusi udara belum termasuk kategori darurat. Hal itu disimpulkan salah satunya dengan melihat tren kasus penyakit Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) yang tidak mengalami kenaikan drastis.

“Data kesakitan terhadap penyakit yang berhubungan dengan kualitas udara tidak sehat, yaitu ISPA, pneumonia, asma, dan lainnya, secara umum saya bisa sampaikan, untuk tahun 2023, tren kesakitannya tidak berbeda dengan jumlah kasus sebelum pandemi,” ujar Ani Ruspitawati, Kamis (17/8).

Pada tahun 2020 dan 2021 saat terjadi pandemi COVID-19, angka kesakitan relatif turun. Tetapi pada 2023, tren angka kesakitannya masih relatif sama dibandingkan tahun 2018 dan 2019, sebelum pandemi. Dengan kata lain, angka kesakitan tidak mengalami perubahan signifikan, masih naik turun karena terpengaruh kondisi cuaca.

“Tren biasanya di awal tahun tinggi. Sekarang belum terlalu turun karena musim kemaraunya agak panjang. Karena perubahan iklim tersebut, pola penyakitnya agak berubah. Sejauh ini kita monitor terus jumlah dan pergerakan kasusnya masih relatif normal, tidak ada peningkatan signifikan,” papar Ani Ruspitawati.

Untuk ISPA sendiri, terang Ani, Dinkes DKI sudah memiliki sistem pelaporan untuk melakukan monitoring penyakit menular yang berpotensi wabah maupun penyakit tidak menular. Sistem yang membantu pemantauan dan mengetahui tren kasus penyakit menular ini bisa menjadi early warning system sehingga pihaknya bisa mempersiapkan langkah antisipasi dan pencegahan.

“Dari data itu, untuk ISPA di DKI Jakarta tahun 2023 ini, rata-rata kasus ISPA di Jakarta sekitar 146.000 kasus per bulan. Pola ini kurang lebih sama dengan kondisi sebelum COVID-19, yaitu pada 2018-2019,” jelas Ani Ruspitawati.

Dalam upaya mengendalikan dan mengantisipasi penyakit ISPA akibat kualitas udara tidak sehat, Ani menegaskan, Dinkes DKI selalu menerapkan langkah preventif promotif, salah satunya memberikan edukasi Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) kepada masyarakat di berbagai tatanan seperti sekolah, lingkungan permukiman, dan tempat kerja. PHBS yang dimaksud seperti tidak merokok, melakukan aktivitas fisik, makan-makanan sehat dan bergizi untuk meningkatkan kekebalan tubuh, cuci tangan dengan sabun, kelola stres, menerapkan reuse, reduce dan recycle (tidak membakar sampah), serta imbauan pemakaian masker pada kelompok rentan dan kondisi kesehatan khusus.

“Selain itu, kita juga mengimbau masyarakat yang dalam keadaan tidak sehat, sebaiknya tidak beraktivitas. Kalaupun harus beraktivitas, usahakan menggunakan masker. Kita harus bertanggung jawab terhadap kesehatan kita sendiri dan orang lain disekitar kita,” tegas Ani Ruspitawati. (hop)