India

Kastara.ID, Jakarta – Pada 29 September 2021, sebuah video seorang pria memprotes Muslim yang sedang melaksanakan salat jumat di lahan milik umum di Gurugram, dekat ibukota India, New Delhi, viral di Twitter.

Kebetulan, tempat-tempat umum di mana umat Islam berkumpul untuk salat, diberi sanksi oleh pemerintah setempat. Memang, tempat yang diprotes itu termasuk di antara 37 tempat umum yang telah ditetapkan pemerintah pada Mei 2018, sebagai tempat salat Jumat berjemaah.

Keputusan ini diambil setelah berdiskusi dengan anggota kedua komunitas. Polisi setempat mengatakan umat Islam telah salat di sini selama lebih dari satu tahun tanpa gangguan.

Tapi ketegangan di tempat ini meningkat selama beberapa pekan, setelah organisasi Hindu memicu ketegangan pada 5 November dengan mengadakan puja Govardhan. Tidak hanya kelompok Hindu sayap kanan Sanyukt Hindu Sangharsh Samiti, yang memicu ketegangan dengan menggelar puja di lokasi salat umat Muslim, tapi juga mengundang pemimpin partai berkuasa, Bharatiya Janata atau BJP Kapil Mishra ke acara tersebut.

Terkenal karena menghasut kekerasan terhadap Muslim, Mishra memimpin unjuk rasa mendukung UU Amandemen Kewarganegaraan (CAA) di timur laut Delhi pada Februari 2020. Legislasi tersebut anti-Muslim dan umat Muslim menentang UU itu dengan berunjuk rasa dan menutup jalan-jalan.

Mishra memperingatkan kepolisian Delhi jika mereka tidak membersihkan kawasan Jaffrabad dan Chand Bagh dari pengunjuk rasa anti CAA, pendukungnya juga akan turun ke jalan. Dia kemudian menindaklanjuti peringatan itu dengan menyerukan pendukungnya melalui Twitter untuk berkumpul di Maujpur untuk memberikan jawaban ke Jaffrabad.

“Mengganggu salat Jumat warga Muslim di Gurugram sebagai gerakan untuk hak warga mendapatkan jalan bebas hambatan. Tidak ada orang yang punya hak menutup jalan setiap pekan,” ucapnya dikutip dari laman The Diplomat, Rabu (17/11).

Sementara Menteri Dalam Negeri India, Amih Shah mengecam Muslim yang salat di tempat umum dan menutup jalan. Hal itu disampaikan saat kampanye di negara bagian Uttarakhand, yang akan memberikan suara dalam pemilihan majelis negara bagian tahun depan.

Kebetulan, pihak berwenang telah mengalokasikan 37 tempat umum untuk Muslim di Gurugram karena hanya ada 13 masjid di daerah tersebut untuk melayani kebutuhan lebih dari 500.000 Muslim. Politisi yang mencari sorotan telah menjadikan masalah ini sebagai masalah Hindu-Muslim.

Sementara itu, pemerintahan distrik telah menarik izin salat di delapan tempat di kota itu. Kepolisian Gurgaon mengatakan, keputusan itu diambil setelah adanya keberatan dari penduduk setempat dan asosiasi kesejahteraan warga.

“Kami hanya ingin salat,” ujar warga.

Sebagai informasi, sejak kekerasan anti-Muslim di Delhi pada Februari tahun lalu, manifestasi kebencian yang lebih terbuka terhadap Muslim telah terbukti di seluruh negeri. Muslim dipaksa untuk melantunkan doa-doa Hindu dan slogan-slogan dan dipenggal kepalanya karena dugaan perselingkuhan dengan gadis-gadis Hindu. Perempuan Muslim dilelang di web gelap. Sayap kanan Hindu melakukan kegiatan yang berkontribusi pada peningkatan sentimen anti-Muslim baik itu sosial, ekonomi atau politik.

Sementara umat Islam biasa di Gurugram bertanya mengapa melakukan puja dinilai tindakan yang lebih baik daripada Namaz atau salat. “Kami hanya ingin salat hanya hampir setengah jam. Apakah itu permintaan yang terlalu banyak?” kata seorang Muslim kepada The Diplomat.

Tampaknya ada aturan yang berbeda bagi umat Hindu dan Muslim. Pada puncak gelombang kedua pandemi Covid-19, Kepala Menteri Uttar Pradesh Yogi Adityanath mengizinkan ratusan ribu peziarah Hindu berkumpul untuk Kumbh Mela, sebuah festival ziarah utama Hindu.

Izin diberikan untuk Kanwar Yatra juga, meskipun perkumpulan seperti itu adalah acara penyebar super, yang mengakibatkan ribuan orang dinyatakan positif dan bahkan meninggal.

Sebaliknya, pemerintah memiliki masalah dengan umat Islam yang melaksanakan salat setiap hari Jumat di tempat-tempat yang diizinkan oleh otoritas setempat. (har)