Natuna

Kastara.ID, Jakarta – Indonesia mengirimkan nota verbal kepada Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada 26 Mei dan 12 Juni lalu, menolak klaim China atas Laut China Selatan. Nota verbal yang ditujukan ke Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres pada 26 Mei, Indonesia menegaskan kembali bahwa RI bukan negara yang memiliki sengketa di Laut China Selatan.

“Indonesia juga menegaskan sekali lagi bahwa peta Sembilan Garis Putus yang mengindikasikan klaim historis (China) tidak memiliki dasar hukum internasional dan sangat bertentangan dengan Konvensi Hukum Laut PBB (UNCLOS) 1982,” bunyi nota verbal tersebut.

Indonesia juga menegaskan kembali bahwa klaim historis China terhadap Laut China Selatan sudah dimentahkan Pengadilan Arbitrase Internasional pada 12 Juli 2016 lalu.

“Bahwa seluruh hak historis yang mungkin dimiliki oleh Republik Rakyat Tiongkok terhadap sumber daya hayati maupun non-hayati telah gugur seiring dengan ditetapkannya batasan-batasan zona maritim oleh UNCLOS 1982.”

Selain itu, Indonesia juga telah melayangkan nota protes terhadap China, namun Beijing mementahkannya dengan menyatakan bahwa negaranya memiliki hak historis dan berdaulat atas perairan di sekitar Kepulauan Nansha di Laut China Selatan, yang dianggap Jakarta masih wilayah ZEE Indonesia.

“Tidak terdapat hak historis Republik Rakyat Tiongkok di Zona Ekonomi Eksklusif dan Landas Kontinen Indonesia. Sekiranya hak historis tersebut mungkin ada sebelum berlakunya UNCLOS 1982, hak historis tersebut telah digugurkan oleh peraturan UNCLOS 1982,” bunyi nota verbal tersebut.

Kedua nota verbal itu diajukan Indonesia ke PBB demi merespons nota serupa yang dilayangkan China ke organisasi tersebut soal klaimnya di Laut China Selatan.

Sementara juru bicara Kementerian Luar Negeri RI Teuku Faizasyah menuturkan, kedua nota verbal itu hanya bentuk sikap Indonesia untuk menegaskan kembali posisinya “yang konsisten” terkait isu Laut China Selatan. (har)