Kastara.id, Jakarta – Wakil Ketua DPR RI Taufik Kurniawan, menilai persoalan presidential treshold atau ambang batas dukungan bagi calon presiden untuk Pemilu mendatang – baik 0 ataupun 20 persen – sebaiknya tidak diputuskan melalui voting atau pemungutan suara di parlemen.

Sebaiknya perlu ada pendekatan musyawarah dulu dengan para elit politik. “Kalau menurut saya ini sebaiknya jangan di-voting, perlu ada konsolidasi dulu karena ini menyangkut masalah tokoh atau presiden. Penting, orang nomor satu Indonesia,” kata Taufik di Gedung DPR, Jakarta, Jumat (19/5).

Menurutnya, semakin banyak pertimbangan menuju kesempurnaan tidak ada salahnya. Sebab, soal ambang batas presiden ini dianggap sebagai keputusan masing-masing parpol maka ia harapkan bisa ditemukan titik tengahnya. “Indonesia kan titik komprominya titik kompromi politik. Seyogyanya saya mengusulkan jangan sampai di-voting, tapi komunikasi antar ketum-ketum parpol. Jangan seperti pilih lurah atau kades. Bukan merendahkan, ini pimpinan nasional kita,” ujar Taufik.

Menurut dia, kalau ada pembatasan presidential treshold, maka membuat partai sebagai pilar demokrasi tak bisa memberikan kontribusi tokoh terbaiknya untuk dicalonkan sebagai presiden. “Belum tentu juga misalnya tokoh yang diinginkan itu dihasilkan dari partai yang besar. Ada juga di negara-negara lain, ada tokoh populer tapi mungkin dicalonkan oleh partai yang minoritas,” kata Taufik lagi.

Ia mencontohkan di Eropa muncul gejala pencalonan presiden banyak berasal dari perdana menteri muda dan dari partai yang minoritas. Sehingga keinginan one man, one vote, dan one value itu perlu direpresentasikan oleh pilihan-pilihan dari setiap parpol. “Kalau dari parpol, semakin kecil presidential threshold-nya, peluang untuk berkoalisi atau berkolaborasi dengan partai lain tentu lebih besar. Lebih senang lagi kalau 0 persen, sehingga otonomi dari parpol secara penuh. Prinsip dari salah satu pilar demokrasi, otorisasi. Itu otonominya penuh, calon yang diputuskan otomatis bisa maju,” ujar Taufik. (dwi)