Mi Instan

Kastara.ID, Jakarta – Pemerintah Madagaskar secara resmi mengumumkan penghentian
penyelidikan tindakan pengamanan perdagangan (safeguard) untuk produk pasta dan mi
instan impor, termasuk yang berasal dari Indonesia. Direktur Jenderal Perdagangan Luar
Negeri Kementerian Perdagangan Oke Nurwan menjelaskan, pengumuman tersebut
disampaikan pada 15 Juli 2019 melalui situs web Organisasi Perdagangan Dunia (World Trade
Organization/WTO).

“Sejak September 2018, produk pasta dan mi instan Indonesia menjadi objek penyelidikan
pengamanan perdagangan yang dilakukan Otoritas Madagaskar. Pihak otoritas menilai
lonjakan importasi produk tersebut dari seluruh dunia menyebabkan kerugian serius bagi
industri dalam negeri Madagaskar yang memproduksi produk serupa,” ungkap Oke.

Direktur Pengamanan Perdagangan Pradnyawati, menjelaskan, pada 9 Januari 2019, Otoritas
Madagaskar mengumumkan penerapan bea masuk tindakan pengamanan sementara
(BMTPS) sebesar 30 persen atas importasi produk pasta dan mi instan. Kendati demikian,
penerapan BMTPS tersebut baru diberlakukan pada Juni 2019. Penerapan BMTPS itu
dimaksudkan agar industri domestik Madagaskar berkesempatan untuk menyesuaikan diri
dengan laju impor.

Selain itu, hasil penyelidikan akhir kasus ini juga telah disirkulasikan WTO pada awal Juli lalu
dimana pihak otoritas merekomendasikan penerapan tindakan safeguard dalam tiga lapis,
yaitu:
– Kuota untuk Indonesia ditentukan sebesar 1.560 ton/tahun.
– Adanya ketentuan impor tarif di luar batas kuota (out-of-quota import tariff), yakni
pengenaan tarif sebesar 44 persen pada semester pertama dan akan mengalami
liberalisasi setiap tahun hingga mencapai 28 persen pada 2023 jika importasi melebihi
batas kuota yang ditetapkan.
– Pengenaan minimum harga free on board (FOB) sebesar 1.200 USD/metrik ton untuk
importasi mi instan dan 450 USD/metrik ton untuk importasi spageti dan makaroni.

Pradnyawati mengungkapkan, penyelidikan safeguard untuk produk pasta dan mi instan ini
merupakan satu dari tiga penyelidikan pertama yang diinisiasi Madagaskar. Pada akhirnya,
Otoritas Madagaskar memutuskan menghentikan kasus ini tanpa pengenaan tindakan
apapun.

“Dengan demikian, diharapkan eksportir produk pasta dan mi instan Indonesia
mampu menyasar peluang pasar yang kembali terbuka ke Madagaskar dan negara
sekitarnya, serta negara yang tergabung dalam Common Market for Eastern and Southern
Africa (COMESA) dan Southern African Development Community (SADC),” lanjutnya.

Pasta dan mi instan Indonesia sangat diminati konsumen Madagaskar dan telah dijual di sana
selama sekitar 20 tahun. Potensi peningkatan ekspor mi instan ke Madagaskar juga masih
sangat besar. Hal ini mengingat pangsa pasar mi instan Indonesia di negara tersebut masih
relatif kecil, yaitu 5 persen, sementara volume impor Madagaskar terus meningkat.

Data statistik BPS menunjukkan nilai ekspor Indonesia ke Madagaskar untuk produk pasta
dan mi instan tercatat sebesar USD 3,2 juta pada 2018. Nilai tersebut meningkat 14,76
persen dibandingkan tahun 2017 yang mencapai USD 2,8 juta. Sementara, kinerja ekspornya
pada 2019 cukup terpengaruh akibat penyelidikan safeguard ini. Selama periode Januari–Mei
2019, Indonesia membukukan nilai ekspor sebesar USD 1,2 juta atau turun 16,92 persen
dibandingkan periode yang sama di tahun lalu yaitu USD 1,4 juta.

“Pasta dan mi instan merupakan salah satu produk ekspor unggulan Indonesia ke
Madagaskar dan sangat didorong ekspornya. Untuk itu, berbagai jenis hambatan
perdagangan termasuk safeguard yang diberlakukan negara-negara tujuan ekspor, termasuk
Madagaskar, akan kami upayakan penanganannya guna mendukung peningkatan ekspor,”
tegas Pradnyawati.

Pradnyawati juga menegaskan, hasil positif penyelesaian hambatan perdagangan kali ini
merupakan hasil berbagai upaya yang ditempuh Pemerintah Indonesia bersama dengan
produsen/eksportir terkait. Mulai dengan penyampaian sanggahan tertulis dan dua kali
konsultasi di Antananarivo dengan Otoritas Madagaskar; Kementerian Perdagangan, Industri,
dan Kerajinan Tangan Madagaskar; dan Kementerian Luar Negeri Madagaskar. Selain itu,
dilakukan pembentukan aliansi dengan importir untuk menghadapi Otoritas Madagaskar dari
dalam demi terbukanya akses pasar produk ekspor Indonesia.

Total perdagangan Indonesia-Madagaskar pada periode Januari—Mei 2019 telah mencapai
USD 51,8 juta dengan neraca surplus untuk Indonesia sebesar USD 2,1 juta. Sementara total
perdagangan kedua negara pada 2018 tercatat sebesar USD 144,7 juta, menurun
dibandingkan total perdagangan 2017 yang sebesar USD 177,2 juta.

Komoditas ekspor utama Indonesia ke Madagaskar pada 2018 adalah minyak sawit, sabun,
organic surface-active agents (kecuali sabun), pasta, dan produk kertas. Sementara Indonesia mengimpor produk cengkeh, minyak esensial, nikel tidak ditempa, biji cokelat, dan kapas. (mar)