Kastara.id, Jakarta – Kerja-kerja Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) dalam melindungi dan memastikan terpenuhinya hak-hak saksi dan korban tidak bisa diintervensi pihak manapun.

Hal itu ditegaskan Ketua LPSK Abdul Haris Semendawai saat menerima kunjungan perwakilan Asian Human Rights Commission(AHRC) di kantor LPSK, Cijantung, Jakarta (18/8).

Saat menerima kunjungan AHRC, Ketua LPSK didampingi Wakil Ketua Askari Razak, para asisten dan pejabat struktural lainnya. Sementara perwakilan AHRC yang berdialog dengan pimpinan LPSK yaitu Kaustubh Devali bersama Chrisbiantoro. Sejumlah hal dibahas dalam pertemuan itu, di antaranya kemungkinan intervensi yang dapat memengaruhi kerja LPSK serta sejumlah kasus terkait hak asasi manusia.

Kepada pimpinan LPSK, Kaustubh menananyakan kemungkinan adanya intervensi pihak-pihak tertentu terhadap kinerja LPSK dalam memberikan perlindungan dan bantuan bagi saksi dan korban kejahatan. Apalagi mengingat komposisi kepimpinan LPSK yang juga mengakomodir sejumlah pejabat yang sebelumnya merupakan bagian dari aparat penegak hukum.

Selain itu, Kaustubh juga menginformasikan bahwasanya AHRC sempat beberapa kali mengirimkan surat kepada LPSK yang isinya bermaksud menanyakan perkembangan kasus yang prosesnya terkesan tidak berjalan sebagaimana mestinya, seperti kasus Siyono yang tewas setelah ditangkap Densus 88 atau kasus dugaan penganiayaan terhadap tahanan yang diduga dilakukan polisi di Sijunjung, Sumatera Barat.

Ketua LPSK Abdul Haris Semendawai mengungkapkan, dalam beberapa kasus yang ditangani LPSK, ada yang bersentuhan dengan aparat penegak hukum, seperti pada kasus Susno Duadji maupun peristiwa penyerangan penjara di Cebongan. Namun, dalam perjalanannya, kata Semendawai, LPSK tetap bisa melaksanakan tugasnya tanpa ada intervensi dari institusi atau penegak hukum manapun.

Hingga saat ini pun, masih kata dia, LPSK belum memiliki pengalaman mendapatkan intervensi dari institusi lain, khususnya dalam pelaksanaan perlindungan saksi dan korban. “LPSK bekerja sesuai dengan amanat undang-undang. Dan, mudah-mudahan, ke depan, juga tidak akan terjadi intervensi,” tutur dia.

Wakil Ketua LPSK Askari Razak menambahkan, pihaknya sudah menerima surat dari AHRC yang menanyakan perkembangan sejumlah kasus pidana yang diduga melibatkan aparat penegak hukum. Setidaknya, kata dia, ada empat surat yang dilayangkan AHRC ke LPSK, seperti kasus Siyono yang tewas setelah ditangkap Densus 88, kasus Sijunjung dan penganiayaan mahasiswa GMKI di Manado.

Menurut Askari, pihaknya berupaya menindaklanjuti semua isi surat yang disampaikan AHRC. Namun semua itu dilakukan sesuai dengan kerangka peraturan perundang-undangan yang berlaku. “AHRC dalam sistem hukum kita tidak memiliki kewenangan pengawasan. Tapi intensitas komunikasi antarlembaga harus tetap dilakukan,” ujarnya. (raf)