Eko Suroyo

Kastara.ID, Jakarta – Pemerintah Provinsi DKI Jakarta melalui Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman Provinsi DKI Jakarta menerapkan Peraturan Gubernur Nomor 133 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 132 Tahun 2018 mengenai Pembinaan Pengelolaan Rumah Susun Milik (Rusunami) di Jakarta.

Sosialisasi dan dialog interaktif terkait perubahan atas Pergub Pembinaan Pengelolaan Rusunami digelar oleh jajaran Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman Provinsi DKI Jakarta, di Ruang Pertemuan Blok G Lt. 22, Balai Kota Jakarta.

Sekretaris Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman Provinsi DKI Jakarta, Eko Suroyo, mengatakan perubahan tersebut berlaku pada sejumlah hal. Perubahan dilakukan terhadap pasal-pasal yang dapat menimbulkan multitafsir dan menambahkan pasal untuk memperjelas ketentuan yang ada.

“Perubahannya itu antara lain Hak dan Kewajiban Baru untuk Pelaku Pembangunan maupun Pemilik dan Penghuni Rusun dalam Masa Transisi, Penjabaran Detail Tata Kelola Administrasi Rusun pada Masa Transisi, Penjabaran Detail Pembentukan P3SRS (Perhimpunan Pemilik dan Penghuni Satuan Rumah Susun), Pengelolaan Bagian Bersama, Benda Bersama, dan Tanah Bersama, Bimbingan Teknis dan Pengendalian Pengelolaan Rusun, dan Larangan Pembatasan/Pemutusan Fasilitas Dasar,” ungkap Eko, seperti dikutip dari siaran pers PPID Provinsi DKI Jakarta, Kamis (19/12).

Hak dan Kewajiban Baru untuk Pelaku Pembangunan maupun Pemilik dan Penghuni Rusun dalam Masa Transisi

Terdapat 2 kewajiban baru bagi Pelaku Pembangunan Rusun dalam masa Transisi, yaitu pertama, diskusi dan sosialisasi pembahasan rencana kenaikan iuran pengelolaan lingkungan – Pasal 9 ayat (1) huruf I; kedua, pemberian informasi berupa laporan keuangan pengelolaan, hasil audit keandalan konstruksi, dan laporan kegiatan pemeliharaan perawatan melalui papan informasi maupun media elektronik – Pasal 9 ayat (2) dan ayat (3).

Dengan adanya keterbukaan informasi dari Pelaku pembangunan, pemilik maupun penghuni rusun diharapkan dapat merasa aman dan nyaman untuk bertempat tinggal di rusun. Aturan baru ini juga diharapkan dapat mencegah potensi korupsi (penggelapan, kelebihan bayar, tidak sesuai antara iuran dan manfaat yang didapat) dari sisi Pelaku Pembangunan, maupun penundaan pembayaran dari sisi Pemilik dan Penghuni Rusun.

Penjabaran Detail Tata Kelola Administrasi Rusun pada Masa Transisi

Terkait administrasi keuangan, Pergub ini menunjukkan kewajiban yang dilakukan oleh Pelaku Pembangunan sebagai pengelola sementara kepada Pemilik dan Penghuni Rusun. Kewajiban itu adalah pertemuan wajib yang dilakukan minimal 6 bulan sekali untuk menyampaikan catatan/laporan keuangan atas penerimaan, tagihan, pengelolaan, pemanfaatan, dan pendayagunaan untuk beberapa komponen, yaitu listrik, air, bagian bersama, benda bersama, dan tanah bersama. – Pasal 10 ayat (2) dan (3)

Adapun terkait administrasi kependudukan, Pergub ini menegaskan dua syarat baru untuk menjadi Pengurus dan Pengawas PPPSRS (Perhimpunan Pemilik dan Penghuni Satuan Rumah Susun). Kedua syarat itu adalah (1) bertempat tinggal dan/atau menjalankan usaha di Rusun yang dibuktikan melalui Surat Keterangan Domisili dari RT/RW dan diketahui oleh Lurah di lokasi Rusun; dan (2) tidak sedang menjabat pengurus RT dan RW di lokasi Rusun setempat.

Aturan baru ini secara lebih detail menegaskan bahwa Pengurus dan Pengawas PPPSRS haruslah Pemilik dan Penghuni Asli Rusun, sehingga Pengurus dan Pengawas PPPRS bukan merupakan perpanjangan tangan dari Pengembang (developer). Selain itu, syarat baru yang ditambahkan dalam Pergub ini juga menjadi jaminan dan perlindungan hukum, sekaligus upaya pencegahan maladministrasi di Rusun – huruf g dan r pada Ayat (1) Pasal 17.

Penjabaran Detail Pembentukan PPPSRS (Perhimpunan Pemilik dan Penghuni Satuan Rumah Susun)

Pembentukan PPPSRS akan melalui pembentukan tim verifikasi yang wajib difasilitasi oleh Pelaku Pembangunan. Pembentukan panitia musyawarah dilakukan oleh Pemilik dalam rangka pembentukan PPPSRS. Dalam hal pelaku pembangunan tidak melaksanakan pembentukan panitia musyawarah, maka Dinas bersama Tim Penyelesaian Permasalahan Pengelolaan Rumah Susun Tingkat Kota Administrasi membentuk Kelompok Kerja dari para pemilik yang berdomisili dan/atau berusaha di Rumah Susun.

Panitia musyawarah tidak dapat mencalonkan diri sebagai Paket Pengurus PPPSRS atau Pengawas PPPSRS. Ketentuan 2 kali masa jabatan berturut-turut terhitung sejak terpilihnya pengurus dan pengawas berdasarkan Pergub ini. Pengurus RT dan RW tidak dapat mendaftar sebagai calon Pengurus dan Pengawas PPPSRS.

Pembentukan panitia musyawarah dilaksanakan di lokasi Rumah Susun pada hari dan di luar jam kerja. Dalam hal pelaku pembangunan dan/atau pengurus PPPSRS melampaui waktu penyerahan pengelolaan, Walikota membantu proses pengalihan pengelolaan Rumah Susun berdasar permohonan dari Pengurus PPPSRS yang telah dicatat dan disahkan.

Dalam hal Rumah Susun telah dihuni namun belum diterbitkan/dikeluarkan Keputusan Gubernur mengenai pengesahan Pertelaan, Akta Pemisahan dan/atau Uraian Teknis Pertelaan, maka Pelaku Pembangunan tetap memiliki kewajiban untuk memfasilitasi pembentukan PPPSRS. Daftar Calon Pemilih Sementara berdasarkan hasil pendataan kepemilikan yang sah diiumumkan di media informasi di Rumah Susun.

Pengelolaan Bagian Bersama, Benda Bersama, dan Tanah Bersama

Sebelumnya, terdapat ketentuan bahwa Pelaku Pembangunan wajib menyerahkan pengelolaan bagian bersama, benda bersama, dan tanah bersama, serta keuangan dan penghunian kepada PPPSRS paling lambat 3 bulan sejak terbentuknya PPPSRS. Akan tetapi, belum ada aturan lebih lanjut bagaimana bila ketentuan itu dilanggar. Maka Pergub baru ini menegaskan bahwa apabila Pelaku Pembangunan dan/atau PPPSRS sebelumnya melampaui waktu penyerahan pengelolaan tersebut, maka Walikota membantu proses pengalihan pengelolaan Rusun berdasarkan permohonan dari Pengurus PPPSRS yang lama – Pasal 64 ayat (7).

Bimbingan Teknis dan Pengendalian Pengelolaan Rusun

Penjelasan kepada Pemilik dan Penghuni Rusun atas rincian biaya pengelolaan dan kenaikan biaya pengelolaan serta segala kebijakan yang berkaitan dengan Pengelolaan Rumah Susun dalam pertemuan dengan mengundang pemilik dan penghuni paling sedikit 6 bulan sekali. Kewajiban lainnya yang diperintahkan oleh peraturan perundang-undangan sebagai berikut:
–    pengurus PPPSRS dan/atau pengawas PPPSRS melanggar atau melakukan tindakan yang bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang–undangan;
–    pengurus perhimpunan penghuni rumah susun/PPPSRS tidak melakukan penyesuaian nama perhimpunan, struktur organisasi, Anggaran Dasar, Anggaran Rumah Tangga, Tata Tertib Penghunian dan pelaksanaan pemilihan Pengurus dan Pengawas PPPSRS;
–    badan hukum pengelola melanggar atau melakukan tindakan yang bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Larangan Pembatasan dan/atau Pemutusan Fasilitas Dasar

Dalam hal terjadi permasalahan di lingkungan Rumah Susun milik, PPPSRS dan/atau pengelola dilarang melakukan tindakan pembatasan dan/atau pemutusan fasilitas dasar. Adapun fasilitas dasar yang dimaksud antara lain listrik, air bersih, maupun pemanfaatan atas benda, bagian, dan tanah bersama termasuk akses masuk-keluar hunian. (hop)