Andi ZA Dulung

Kastara.id, Jakarta – Gonjang-ganjing turunnya angka kemiskinan di Indonesia banyak mendapat tanggapan. Sejumlah awak media pun menemui Dirjen Penanganan Fakir Miskin (PFM) Kementerian Sosial Andi ZA Dulung di Gedung Kementerian Sosial RI, Jumat (20/7).

Dirjen PFM Andi ZA Dulung pun mencoba menanggapi pertanyaan mengenai pemberian bantuan non tunai yang dianggap mampu menaikkan taraf hidup masyarakat. “Bantuan Pangan Non Tunai ini implikasi ternyata ke segala aspek karena semua tidak cash, sehingga minim kemungkinan terjadinya penyelewengan. Selain itu, terjadi juga edukasi literasi keuangan pada Keluarga Penerima Manfaat karena orang miskin itu hambatannya psikologis seperti takut dan tidak mengerti masalah keuangan. Dengan bantuan non tunai mereka belajar mengenai perbankan, seperti mengambil uang di ATM menggunakan kartu bantuan non tunai. Ini adalah sebuah pemberdayaan yang secara tidak langsung mendorong mereka untuk mandiri,” jelasnya.

Pertanyaan tersebut diajukan insan media berdasarkan pernyataan Menteri Sri Mulyani mengenai data BPS yang menyebutkan bahwa angka kemiskinan di Indonesia terendah semenjak 1998. Sontak berbagai media mengklarifikasi langsung kepada Dirjen PFM. Awak media pun mempertanyakan mengenai optimistisnya Kementerian Sosial RI mengenai turunnya angka kemiskinan sampai akhir tahun.

Menanggapi pertanyaan ini, Dirjen PFM mengeluarkan pernyataanmya. “Kementerian Sosial optimis karena sudah bekerja keras dalam memperbaiki data sehingga berbagai program seperti BPNT, Bansos Rastra, PKH, dan seterusnya bisa dibandingkan dan dilhat secara mikro, sehingga semua penerima Bansos Rastra dan PKH bisa terlihat secara jelas apakah sudah menerima atau belum. Apa lagi sistemnya pun kita perbaiki lagi sehingga para penerima bantuan menerima secara utuh bantuan di lapangan. Data ini pun mampu memperlihatkan apakah penerima ada di dalam garis kemiskinan maupun di luar garis kemiskinan. Oleh karena itu, kita mempertajam perbaikan data dan ketepatan sasaran secara terus menerus serta tidak mungkin kita lakukan sendiri, harus dengan pemerintah daerah. Kalau kita bisa melakukan ini insya Allah di September akan terlihat hasil yang signifikan,” jelasnya.

Dirjen PFM juga ditanyakan soal step by step perbaikan data agar tepat mutu dan tepat sasaran. Menurutnya, cikal bakal perbaikan data itu 2011 pada jaman SBY. Juga ada perbaikan data sampai ke bawah pada tahun 2015 namun.

“Pada 2016 mulai kita sebar data itu ke daerah, lalu kita minta mereka untuk verifikasi dan validasi data-data ini, siapa saja di daerah yang tidak seharusnya menerima bantuan sosial ini atau sudah sejahtera, pindah maupun meninggal, dan ini kita terapkan setiap enam bulan sekali, sekalian dengan SK tentang yang membuat Basis Data Terpadu (BDT) sebagai rujukan fakir miskin adalah Menteri Sosial,” terang Dirjen PFM.

Dirjen PFM menegaskan pada semua awak media bahwa yang mengetahui dan bertanggung jawab siapa saja orang miskin di daerahnya adalah bupati atau kepala daerahnya. “Jadi ini penting sekali sebab banyak Bupati dan Kepala Daerah yang tidak mengetahui kalau orang miskin di daerahnya merupakan tanggung jawab mereka. Kebanyakan menganggap bahwa orang miskin itu adalah tanggung jawab BPS. Padahal BPS itu hanya menentukan angka kemiskinan tanpa mengetahui jati diri siapa saja yang miskin,” jelasnya.

Menutup interview, Dirjen PFM menjawab pertanyaan mengenai harapan untuk tahun depan setelah semua usaha Kemensos selama ini. Menurutnya, tentunya ke depannya adalah makin mensejahterakan rakyat Indonesia dan fundamental yang harus kita perbaiki adalah terus me-maintain dan mendorong dengan Pemda agar memiliki sebuah sistem agar perbaikan data ini bisa otomatis.

“Tentunya hal ini tidak mudah karena ini adalah sebuah pekerjaan yang baru,” pungkas Dirjen PFM. (mar)